Lihat ke Halaman Asli

stevia oka zaki

Tholabul 'ilmi fii sabilillah

Dinasti Fatimiyah, Dinasti yang Memisahkan Diri dari Kekuatan Pusat Abbasiyah di Baghdad

Diperbarui: 24 Oktober 2019   07:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Usai memisahkan diri dari kekuasaan pusat yaitu Abbasiyah, saatnya Mesir mengalami peningkatan yang signifikan di berbagai bidang. Berbagai peningkatan mulai dirasakan di Mesir mulai dari peningkatan intelektual hingga peradaban. 

Berbagai karya para intelektualpun bermunculan, bangunan dengan arsitektur yang kian eloknya seakan mencerminkan perdaban Mesir yang saat itu.

Sebenarnya Mesir masih termasuk bagian dari wilayah provinsi Abbasiyah, Baghdad namun pemimpin Mesir yang saat itu berani mengambil risiko ketika ingin memisahkan diri. Maka pada saat itu juga Mesir dapat membuktikan bahwa pemerintahannya dapat menyeimbangi pemerintahan Baghdad yang sudah maju.  Saat itu Mesir berani mengambil langkah untuk memisahkan diri dari kekuasaan pusat Baghdad karena kekuasaannya yang amat luas, memungkinkan terjadinya kelonggaran pengawasan. Melihat pengawasan pemerintah pusat yang longgar menjadikan beberapa wilayah ingin melepaskan diri dan memerdekakan wilayahnya.Perlu diketahui bahwa Fatimiyah bukanlah kekuasaan dari Mesir melainkan dari luar Mesir yang berhasil melebarkan sayapnya sampai ke negeri pyramid itu. 

Menurut Didin Saefuddin Buchori, 2009 dengan naiknya Dinasti Fatimiyah ke panggung kekuasaan, maka inilah untuk pertama kalinya kaum Syiah berhasil memegang kekuasaan politik sejak kemunculan mereka pascaperundingan Shiffin. Fatimiyah beraliran Syiah Islamiyah.

Sangat disayangkan ketika Mesir yang berbasis Islam Sunni harus dimasuki oleh dinasti Fatimiyah yang beraliran Islam Syiah.  Masuknya mereka ke Mesir menjadikan kesempatan atau moment ini untuk menyebarkan aliran Syiahnya. 

Salah satu masa kepemimpinan yang sangat aktif menyebarkan paham Syiah adalah masa kepemimpinan al-Aziz. Ada beberapa kejanggalan pada masa kepemimpinan al-Aziz yang meresahkan masyarakat sipil Mesir yang akan dipaparkan diakhir penulisan artikel ini.

Menurut Didin Saefuddin Buchori, 2009 pada periode Mesir ini, Khilafah Fatimiyah mencapai puncaknya, terutama pada masa kepemimpinan al-Muizz, al- Aziz, dan al-Hakim. Puncaknya adalah pada masa al-Aziz. 

Istananya bisa menampung 30.000 tamu, masjidnya sangat megah, perhubungan sangat lancar, dan keamanan terjamin. Kemajuan pada kekhilafahan Fatimiyah sangat terlihat jelas sesuai dengan kemajuan teknologi saat itu, mulai dari sektor perekonomiannya seperti perdagangan, industri serta pertanian.

Dinasti Fatimiyah berhasil memajukan ekonomi dan kultural Mesir juga Kairo yang bahkan kemajuannya dapat menyaingi Baghdad. Hubungan perdaganganpun berjalan sesuai dengan baik dengan negara sesama Muslim maupun dengan negara   non -Muslim. 

 Hubungan perdagangan yang dijalin dengan negara non-Muslim yaitu dengan India dan negeri-negeri Mediterania yang Kristen.Menurut Didin Saefuddin Buchori, 2009 di Mesir, Fatimiyah memperluas sampai Palestina dan Syiria lalu mengambil alih penjagaan atas tempat-tempat suci di Hijaz.Kemajuan yang telah dicapai Fatimiyah khususnya di bidang kebudayaan adalah ketika berdirinya Masjid Jami' al-Azhar yang berfungsi sebagai tempat pengkajian ilmu pengetahuan dan pusat pengkajian Islam. 

Tak lama Masjid Jami' al-Azhar tidak hanya menjadi tempat pusat kajian tetapi menjadi universitas yang tidak hanya dimanfaatkan oleh masyarakat dengan aliran Syiah yang beraliran Sunnipun juga dapat memanfaatkannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline