Lihat ke Halaman Asli

Jatuh Bangun Nike, Resep Juara Sang "Shoe Dog" Phil Knight

Diperbarui: 18 Januari 2018   04:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampul buku (c) Goodreads.com

3 hari sebelum ulang tahunku yang ke 26, aku membaca memoar seorang pendiri Nike, brand sport apparel paling keren sedunia. Bukunya kubeli beberapa bulan lalu.

 Malam itu sesaat menuntaskan “Shoe Dog”, saya mengakui, memoar ini sedikit banyak memberi nasehat dan pengalaman tak terkira, dan tampaknya akan punya dampak dalam perjalanan saya kedepan.

 Beberapa biografi lain yang juga memberi dampak ke dalam hidup saya adalah biografi Tahir, pemilik Mayapada. Di salah satu tulisan, dia mengingatkan kalau mau pegang satu usaha, harus all out. Kerja 120% begitu istilahnya. 

 ***

 Anyway, dalam lembar akhir "Shoe Dog" si penulis mencoba mengingatkan, jangan settle dengan kerjaanmu, profesi, bahkan karirmu. Cari apa yang jadi panggilanmu. “Seek a calling. Even if you don’t know what that means, seek it. If you’re following your calling, fatigue will be easier to bear, the disappointments will be fuel, the highs will be like nothing you’ve ever felt.”.

Phil dan sepatu olahraga. (c) NikeLabs

 Pernyataan lainnya yang tak kalah menembus hati saya adalah apa yang akan co-founder Nike katakan pada laki-laki dan perempuan di usia 20 something, “I’d tell them to hit pause, think long and hard about how they want to spend their time, and with whom they want to spend it for forty years."

 It’s really hit me, obviously.

 Long story short, perjalanan panjang Phil Knight sang "Shoe Dog" ini memberikan pengalaman yang tak terkira. Pantas saja, Gates merekomendasikan buku ini dalam blog miliknya. Saya pun merekomendasikan Anda untuk memilikinya.

 ***

 Beberapa insight, pelajaran, yang saya dapatkan dari Shoe Dog adalah bisnis yang bukan sekadar bisnis. We all want that money yes. But it's more than to make billion rupiah over years. Nadiem Makarim, dalam sebuah artikel di “Bisnis Indonesia” minggu ini nampaknya juga memiliki filosofi yang sama. Di artikel itu disebutkan, jalan yang diambil Nadiem ini beda dari kebanyakan orang. Kalau mau kaya, cepat, dan relatif mudah. Tinggal jual beli tanah. And then bisa dapat uang banyak. Itu yang dia bilang. Tapi seperti yang sedang ia lakukan. Berapa banyak orang yang terbantu, berapa jumlah pekerjaan dan multiplier effect dari perusahaan ini.

 Hal kedua, jika kamu menjadi orangtua. Luangkan waktumu untuk sang anak. Matthew Knight, sang sulung, berakhir dramatis. Saya pikir, hingga hari terakhirnya, dia masih punya pilihan untuk “reunite” with his family, his father. Mengampuni bapaknya karena kurang waktu semasa dia kecil. Tidak seperti Travis, sang adik, yang lebih nurut, tipikal anak baik dalam keluarga. Knight, 79 tahun, mengaku kesulitan mencari keseimbangan antara keluarga dan pekerjaan. Travis sekarang punya perusahaan animasi, salah satu film terakhir, "Kubo and the Two Strings", iya film yang masuk nominasi Oscar itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline