Lihat ke Halaman Asli

Steven Saunoah

Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira-Kupang

Georg W. F Hegel tentang Idealisme Absolut Serta Relevansi bagi Calon Imam

Diperbarui: 27 Oktober 2022   23:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

FILSUF GEORG W.F HEGEL TENTANG IDEALISME ABSOLUT 

SERTA RELEVANSI BAGI CALON IMAM

Oleh: Steven N. Ch Saunoah

Pengantar 

Banyak orang mengatakan bahwa filsafat adalalah suatu ilmu yang abstrak. Ilmu yang dipelajari tidak akan pernah dicapai titik temunya, dikarenakan pemikiran filsafat masih belum ditemukan titik pencerahan melalui indrawi maupun dijelaskan secara akademik. Tetapi yang perlu diketahui bahwa belajar filsafat berarti juga belajar tentang logika. Logika diartikan sebagai cara berpikir lurus. Cara berpikir lurus seperti inilah yang akan dihubungkan dengan ilmu-ilmu lainnya. Penghubung antara logika dan ilmu-ilmu lainnya adalah epistemologi.

Pertanyaan mendasar dari epistemology adalah apakah manusia mampu mencapai kebenaran? Ada dua jawaban untuk menanggapi hal ini di dalam epistemologi, yaitu: pertama, manusia tidak mampu (dalam hal ini skeptisisme). Kedua, adalah bahwa manusia mampu. Manusia dalam keadaan mampu inilah yang mulai mempertanyakan segala hal. Inilah yang mengapa harus digunakan ratio dalam berpikir. Ada aliran yang berusaha mendalami sebuah pemahaman akan peranan ratio, yaitu rationalisme, idealisme dan juga epirisme. Empirisme berdasar pada pengalaman. Ratio memandang segala seuatu berdasarkan akal budi. Sedangkan idealisme berhubungan dengan ide-ide.

Dunia Ide Plato

Salah satu yang ingin dibahas di sini adalah tentang idealisme. Plato adalah generasi pertama yang membangun prinsip-prinsip filosofi dari aliran idealis. Secara sederhana, idealisme diartikan  sebagai sebuah aliran filsafat yang mengatakan bahwa objek sebuah pengetahuan yang sesungguhnya adalah ide. Ide-ide merupakan dasar dari "ke-ada-an" dari sesuatu. Plato dalam hal ini memandang dunia memiliki 2 bentuk, yaitu materi dan forma.

Materi adalah aspek-aspek realitas yang dapat kita persepsikan lewat indera, sebagai contoh, sebuah pohon; sebuah mobil; sebuah meja; seorang wanita cantik, dll. Segala hal yang sensibel menurut Platon pastilah berubah secara konstan, meja suatu saat akan rusak, wanita cantik juga pastilah menua karena usia, hingga kecantikannya memudar. Singkatnya hal-hal inderawi tidaklah sempurna, dan fana. Berdasarkan tesis tersebut, Platon menyimpulkan bahwa dunia realitas inderawi, berupa materi tidaklah nyata.

Sementara Platon menyimpulkan bahwa materi dapat berubah, dan bukanlah kenyataan yang sejati, forma (dalam bahasa Yunani disebut sebagai eidos, yang mana seringkali diterjemahkan sebagai idea) bersifat kekal. Inilah kenyataan senyata-nyatanya bagi Platon. Forma dapat ditangkap oleh makhluk mortal seperti manusia lewat rasionya, bukan lewat inderanya.

Idealisme Absolut Hegel

Georg Wilhelm Friedrich Hegel dikenal sebagai filosof yang menggunakan dialektika sebagai metode berfilsafat. Dialektika menurut Hegel adalah dua hal yang dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa dikenal dengan tesis (pengiyaan), antitesis (pengingkaran) dan sintesis (kesatuan kontradiksi). Pengiyaan harus berupa konsep pengertian yang empiris indrawi. Menurut Hegel yang mutlak adalah roh yang mengungkapkan diri di dalam alam, dengan maksud agar dapat sadar akan dirinya sendiri. Hakikat roh adalah ide atau pikiran.

Sesuai dengan perkembangan Roh ini maka filsafat Hegel disusun dalam tiga tahap, yaitu:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline