Lihat ke Halaman Asli

Mudik Awal untuk Suasana Sepi nan Hemat

Diperbarui: 21 Maret 2024   00:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.Pribadi

By:

Ahmad Afif

Lebaran akan tiba. Arus orang akan menghiasi pelosok negeri tercinta ini. Tidak terkecuali bagi saya seorang perantau yang berasal dari Banyuwnagi, Jawa Timur. Bagi saya MUDIK adalah kewajiban setiap tahun. Aktivitas ini merupakan rutinitas bagi para perantau untuk sekedar melepas rindu di kampung halaman. Seperti biasa, saya selalu menyempatkan diri mudik awal untuk mengantarkan anak istri ke kampung halam mereka. Maklum saja, crowdit-nya jalanan plus mahalnya angkutan lebaran karena demand yang over capacity membuat saya harus melaksanakannya. Anak kecil paling tidak bisa dempet-dempetan dengan penumpang lainnya selama perjalanan plus kondisi dalam transportasi yang memakan durasi lebih dari setengah hari perjalanan. Oleh karenanya, alternatifnya, saya gunakan waktu mudik awal hanya mengantarkan anak istri kemudian kembali lagi ke Jakarta untuk merampungkan kerjaan.

Okezone.com

Tol Bocimi siap menyambut lebaran 2024 yang terlihat masih sepi saat awal bulan puasa 2024.

Sejarah mudik tidak lepas dari fenomena perpindahan penduduk di masa lebaran idul fitri. Walaupun kita tidak menampik bahwa momen lainnya juga akan menyebabkan budaya mudik terjadi. Seperti halnya akhir tahun masehi, hari raya agama lainnya, dan long weekend. Dilansir dari beberapa media serta wikipedia, 2024 mengatakan bahwa kata mudik diambil dari bahasa Indonesia (KBBI) dengan sinonim pulang kampung. Mudik diartikan kegiatan perantau/pekerja migran untuk pulang ke kampung halamannya. Disamping itu, kepopuleran mudik sudah ada sejak tahun 1970-an. Kata Mudik merupakan serapan dari bahasa jawa yaitu mulih disik (pulang awal). Akan tetapi, bagi orang Betawi mudik juga diartikan kembali ke udik (pulang kampung).

VOI.com, 2021 mengulas istilah mudik dari berbagai sumber. Jurnalis senior, Alwi Shahab, dalam buku berjudul Maria van Engels: Menantu Habib Kwitang (2006) juga mengangkat pengistilahan mudik dari sudut pandang perantau minang. Komaruddin Hidayat dalam tulisan di e-book berjudul Indahnya Mudik Lebaran (2015), menjelaskan romantisme mudik sebagai nostalgia dan napak tilas semasa remaja. Banyak masyarakat yang menggunakan waktu mudiknya untuk hal lain selain melepas rindu pada sanak famili dan kampung. 

Ada juga masyarakat yang pulkam (pulang kampung) untuk bernostalgia tempat dimana mereka dilahirkan serta rekam jejak waktu masih kecil atau muda. Bagi para tokoh nasional, mudik juga memberikan arti komunikasi politik dengan masyarakat di kampung halaman mereka. Akan tetapi, bagi orang yang sudah lansia, budaya mudik sudah mulai tidak berlaku lagi apalagi orang tua dan orang yang dituakan sudah tidak ada. Itulah alasan orang mudik tiap menjelang lebaran di negeri tercinta kita ini.

Menjelang mudik lebaran, otomatis pergerakan orang membutuhkan sarana transportasi baik darat, udara, dan laut. Dikutip dari Kemenhub RI, 2023 menyatakan bahwa adanya tren pergerakan masyarakat secara nasional berpotensi mencapai 71,7% dari jumlah penduduk Indonesia atau sebanyak 193,6 juta orang. 

Angka tersebut meningkat pesat dibandingkan potensi pergerakan masyarakat pada masa Lebaran 2023 yakni 123,8 juta orang. Namun ironinya, kebijakan transportasi yang ditandatangani oleh Kemenhub RI, Polri, dan Bina Marga hanya berfokus pada zona darat saja yang diatur secara ketat. Adapun zona udara dan laut biasa saja pembatasannya. Hal tersebut disinyalir bahwa potensi darat jauh lebih crowdit daripada potensi zona laut dan darat. Setidaknya ada sejumlah strategi yang disiapkan pada zona darat mudik lebaran 2024 ini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline