Lihat ke Halaman Asli

Manuver Bank Syariah dalam Mewujudkan Investasi Dunia-Akhirat

Diperbarui: 8 Juli 2021   08:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Tidak terasa sudah lama negara kita menerapkan dualbanking system melalui konvensional dan syariah. Memori manis itu tercipta setelah pasca di-amandemen-nya Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan menjadi Undang-Undang nomor 10 tahun 1998. Tahun itu juga menjadi tahun bersejarah negeri kita melalui lengsernya Pak Soeharto setelah 32 tahun silam memimpin ibu pertiwi dalam mandat Supersemar 1966. 

Dalam kelanjutanya, rakyat demo untuk menolak rezim orde baru yang terus akan menjelma sebagai otoriter kepemimpinan. Seakan otoratarian menjadi alasan sahih atas krisis moneter pada masa rezim itu. Jadi, bukanlah salah sektor perbankan Indonesia. Rupiah ikut tergerus senada dengan gerusan nilai mata uang Thailand karena efek kompromi macan Asia Timur (Thailand,Malaysia,Indonesia, dan Korsel) tidak mampu ikut mengerek Bath terdevaluasi. Overvaluasi nilai mata uang negara Asia Timur tersebut terpaksa harus mengakui kedigdayaan dolar serta non likuid. 

Namun, Indonesia justru mempunyai alasan lain dikala negara-negara tersebut tidak mampu mengatasi sektor finansialnya sehingga mengakibatkan inflasi berbagai macam kebutuhan masyarakat. Dampaknya bisa dipastikan ekonomi mengalami kelesuan tanpa adanya injeksi maksimal pada ranah fiskal. Sesungguhnya prestasi maksimal Indonesia selama 21 tahun terakhir sebelum tahun 1997 masa krisis, merupakan peluang pengentasan masalah inflasi dengan ditopangnya sektor riil domestik beserta masih rapatnya indikator makro yang potensial dan tentu saja masih efektif. 

Lantas, bank syariah yang seakan mendapatkan momennya dalam rangka mengerek krisis moneter ke arah yang stabil pun telah tampil dengan apik. Perbankan konvensional yang sebagian besar terdampak dari adanya deregulasi Pakto '88 melalui mudahnya regulasi perbankan kala itu mampu membuat iklim liberalisasi perbankan. Munculnya perbankan baru membuat industri ini banyak disalahgunakan karena masih belum diimbangi dengan pengawasan yang ketat. Walaupun tidak sangat apik tapi sudah membuat ekspektasi publik bahwa kedepanya industri perbankan syariah adalah solusi dalam mengahadapi krisis moneter selain jangkaunya dalam mendistribusikan pembiayaan serta investasi. 

Kini, pola investasi juga telah dilakukan penyesuaian. Industri syariah telah memiliki instrumen investasi berbasis syariah. Sebut saja reksadana syariah, saham syariah, sukuk, hedging syariah, SBSN dan masih banyak lagi. Melalui inovasi produk investasi syariah, bank syariah tetap dapat mempunyai peran didalamnya. Bank syariah ikut mendorong maksimalnya demand masyarakat atas produk keuangan non-ribawi yang sangat mendesak, disamping terus dapat meningkatkan preferensi-nya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sontak saja peran perbankan syariah dalam memuluskan langkah perekonomian nasional ditopang dengan visi Indonesia sebagai negara katalisator ekonomi syariah dunia. 

Hal ini sebagai respon atas kedigdayaan valuasi serta grafik perkembanganya di dunia. Hal tersebut mempuyai alasan bahwa penduduk muslim pada 2030 ke atas sudah mulai menunjukan peningkatan yang signifikan. Otomatis demand atas produk yang sesuai dengan shariah compliance menjadi keharusan serta wajib dicapai oleh pemerintah kita. 

Dulu investasi tradisional condong dengan investasi bernilai riil. Bisa kita katakan tanah, emas, real estate. Akan tetapi,kendalanya sekarang adalah kebutuhan belum sebanding dengan kemampuan. Masyarakat yang ingin berinvestasi tentunya tidak harus mempunyai aset seperti tanah yang harganya selangit, emas yang grafiknya selalu stabil namun cenderung naik nilai belinya. selanjutnya,real estate yang tentunya tidak murah mengingat harga material bangunan cenderung take-off terus jarang landing.

Oleh karenanya, Investasi kontemporer syariah diatas menjadi solusi atas gap itu. Sudah barang tentu kelesuan dalam berinvestasi telah dipikirkan masak-masak oleh perbankan syariah. Kini, investasi dapat dibeli secara 'ajil (kredit) sehingga dalam keberlangsunganya masyarakat akan sangat mudah menjangkau inovasi produk investasi zaman now. 

Investasi pada perbankan syariah bukan hanya berorientasi pada efek materi dan valuasi dunia saja, namun ukhrowi juga disediakan. Melalui skema zakat, infaq, dan sedekah,kini perbankan syariah juga dapat meng-handle hal itu sebagai cakupan manajerial perbankan dalam fungsi saving (penyimpanan) serta distributing yang sifatnya sosial kemasyarakatan.

Tentu segalanya tidak akan mulus apabila market share serta permodalan perbankan syariah pas-pasan. Dukungan penuh dari seluruh stake holder maupun regulator diharapkan ikut terus meng-endorse industri ini pada dua hal tersebut. Adapun unsur shariah compliance sudah aman melalui regulasi yang difatwakan oleh Majelis Ulama' Indonesia melalui DSN-MUI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline