Ekstremisme kewarganegaraan adalah fenomena di mana identitas kewarganegaraan seseorang dijadikan dasar untuk meminggirkan, mendiskriminasi, atau bahkan mengancam kelompok lain yang dianggap "berbeda" atau "lebih rendah." Dalam konteks ini, nasionalisme yang sehat berubah menjadi sikap eksklusif yang membahayakan keragaman dan toleransi.
Munculnya Ekstremisme Kewarganegaraan di Era Modern
Di era globalisasi, perpindahan penduduk antarnegara semakin mudah, baik melalui migrasi ekonomi, politik, maupun pengungsian akibat konflik. Namun, keterbukaan ini sering kali memicu reaksi defensif dari beberapa kelompok yang merasa identitas kewarganegaraannya terancam.
Dalam beberapa tahun terakhir, muncul narasi ekstremis yang mengedepankan konsep nasionalisme etnis—mengutamakan hak dan keistimewaan bagi warga negara tertentu berdasarkan suku, agama, atau budaya. Sikap ini dapat terlihat dalam:
- Kebijakan anti-imigrasi : Banyak negara maju memberlakukan aturan ketat terhadap migran, dengan alasan melindungi pekerjaan lokal atau menjaga "identitas nasional."
- Retorika politik eksklusif : Beberapa politisi menggunakan sentimen nasionalisme ekstrem untuk mendapatkan dukungan, sering kali dengan memprovokasi ketakutan terhadap minoritas atau kelompok pendatang.
- Gerakan populis : Di banyak negara, gerakan ini menolak keberagaman dan multikulturalisme, mengklaim bahwa hanya kelompok tertentu yang memiliki hak untuk menikmati sumber daya negara.
Faktor Penyebab Ekstremisme Kewarganegaraan
1. Kesenjangan Ekonomi
Ketimpangan ekonomi sering menjadi bahan bakar bagi retorika ekstrem. Pendatang atau minoritas sering dijadikan kambing hitam atas sulitnya akses pekerjaan, pendidikan, atau layanan publik.
2. Ketakutan Budaya