Tidak banyak orang Jogja mengetahui jika sesungguhnya Istana Kepresidenan Yogyakarta terbuka untuk kunjungan wisata kesejarahan. Sama halnya, ternyata masih banyak orang Jogja tak paham kalau sebutan Gedung Agung adalah Istana Kepresidenan Yogyakarta.
Demikian diungkap oleh Bapak Syaiful, Kepala Istana Kepresidenan Jogja beserta para pengelola Gedung Agung saat berbincang dengan komunitas Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (Madya), Jum’at pagi (10/1).
[caption id="attachment_315187" align="aligncenter" width="240" caption="Kepala Istana Kepresidenan, Jogja"]
[/caption]
Sebelumnya, komunitas Madya sudah dua kali mengadakan kegiatan jelajah Gedung Agung tepatnya pada bulan November 2013 dan Januari 2014. Dan, berkaca dari pengalaman para pengunjung, ternyata program tersebut sangat menarik juga penting sebab bisa menjadi sumber pengetahuan sejarah-budaya terutama bagi anak-anak. Menurut mereka yang sebagian besar malah datang jauh-jauh dari luar kota Jogja, wisata jelajah warisan budaya Gedung Agung merupakan pengalaman langka.
[caption id="attachment_315182" align="aligncenter" width="192" caption="Para Peserta Jelajah Warisan Budaya"]
[/caption]
Memang, gedung bercat putih yang dibangun Belanda pada tahun 1823 sering terkesan menutup diri dari kunjungan umum. Padahal kawasan Titik Nol-Malioboro terutama di sekitar Monumen Serangan Umum 1 Maret dan Benteng Vredeburg, selalu saja dipadati pejalan kaki. Namun mungkin saja kesan asing juga disebabkan oleh fungsi utama Gedung Agung sejak era orde lama, yaitu sebagai pusat peristirahatan Presiden dan para pendampingnya juga tamu-tamu negara saat mereka melakukan kunjungan kerja di Jogja. Perlu diketahui juga, pada tahun 1946 Gedung Agung menjadi pusat pemerintahan Republik Indonesia setelah Presiden Soekarno dan Wapres Bung Hatta memindahkan Ibukota dari Jakarta ke Jogja. Pemindahan tersebut disebabkan oleh keadaan negara yang kembali genting akibat serangan ulang tentara Belanda.
Maka penting diketahui, untuk memasuki Gedung Agung, pengunjung harus menaati beberapa peraturan. Pertama, beberapa hari sebelum melakukan kunjungan wajib meminta ijin serta mengkonfirmasi berapa orang yang akan diajak serta, kepada pihak pengelola. Kedua, pakaian harus sopan; tidak diijinkan memakai sandal atau celana pendek dan kaos oblong. Bagi pengunjung dari luar kota, diperbolehkan memakai pakaian adat lengkap dari daerahnya masing-masing.
Ketiga, pengunjung tidak diperkenankan memotret sampai ke dalam ruang Gedung Agung. Batasan mengambil gambar berada di luar gedung atau sekitar lapangan rumput depan Serambi Istana, tempat diletakkannya sebuah monumen batu andesit atau "Dagoba". Batu Dagoba berasal dari desa Cupuwatu di daerah Prambanan. Dagoba melambangkan kerukunan umat beragama. Selain Dagoba juga terdapat 62 aca Budha, Siwa, dan lain-lain di sudut-sudut halamannya.
Batu Dagoba
Masuk ke dalam, pengunjung tidak akan sendirian. Sudah siap beberapa petugas keamanan dan pemandu. Mereka bisa menjelaskan kisah sejarah sampai pada pengunaaan setiap sisi ruangan bagi aktifitas kunjungan kerja presiden. Kunjungan dimulai dari Ruang Garuda di tengah gedung utama. Ruang ini dipergunakan Kepala Negara untuk melakukan pembicaraan resmi dengan tamu-tamunya. Ada tiga rangkaian lampu kaliander beserta permadani berwarna merah. Beralih ke ruang lain adalah ruang Soedirman di sebelah kanan ruang Garuda. Dari sinilah Jenderal Soedirman berangkat bergerilya. Kini Ruang Soedirman menjadi ruang duduk tamu pada acara-acara bersifat umum.
Dari sekian banyak ruang bersejarah, pastilah ruang ini paling menarik bagi pengunjung. Museum. Ada berbagai karya seni rupa bersejarah disini, seperti lukisan karya para maestro lukis Indonesia, antara lain Basuki Abdullah dan Sudjojono. Ingatlah, peraturan selama berada di ruang museum adalah pengunjung dilarang memotret dan menyentuh seluruh karya.
Nah, setelah mengetahui jika Gedung Agung terbuka bagi pengunjung, anda bisa beramai-ramai datang mulai hari Senin sampai Jumat pada jam kerja, mulai pukul 08.00 WIB. Tidak ada pungutan biaya masuk namun tentu harus diingat betul mengenai seluruh persyaratan seperti sudah tertulis diatas. Dan yang lebih penting, jaga kebersihan lingkungan selama melakukan jelajah warisan budaya dan sejarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H