Semasa hidupnya Edhie Sunarso cukup dekat dengan Presiden Soekarno. Bahkan dari tangan seniman Jogja ini pula, terciptalah Patung Pancoran, Patung Selamat Datang di Bunderan Hotel Indonesia, dan juga Patung pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng. Pria kelahiran Salatiga (1932) ini menjadi salah satu pematung kepercayaan Bung Karno semasa Jakarta membangun diri sebagai Ibukota.
Selama ini saya pribadi kurang tanggap terhadap sejarah seni sebagai bagian dari keutuhan sejarah bangsa kita. Namun ternyata, saat mengunjungi sebuah pameran arsip di Balai Siti Hinggil, Keraton Jogja, saya cukup terkesan dengan arsip yang menunjukkan keakraban Presiden Soekarno dengan para seniman. Ya, memang Presiden Soekarno adalah seorang pecinta seni, dan sesungguhnya kecintaan beliau terhadap seni sempat menjadi jiwa bagi pembangunan Jakarta. Beliau menggandeng para seniman untuk berkarya bagi Ibukota Negara, dan salah satunya adalah Edhi Sunarso.
Pada tahun 1958, Edhi dipanggil Presiden Soekarno ke istana negara untuk merancang patung penyambutan bagi para atlet utusan negara-negara peserta Asian Games. Presiden Soekarno sangat perhatian terhadap setiap detil rancangan patung Ibukota. Bahkan beliau sendiri berulang kali datang ke studio Edhi Sunarso di Jalan Kaliurang, Jogja untuk memperagakan "bahasa tubuh" atau gesture untuk patung di Tugu Selamat Datang.
[caption id="attachment_315870" align="aligncenter" width="270" caption="Presiden Soekarno "]
[/caption] [caption id="attachment_315905" align="aligncenter" width="270" caption="Presiden Soekarno dan tamu undangan di depan miniatur Patung Selamat Datang, Jogja-1959"]
[/caption]
Edhi Sunarso (mengenakan kaos) mengerjakan miniatur patung di Studio Artja-Jogja, 1959
Tugu Selamat Datang Berdiri di Bunderan HI, 1962
Edhie juga dipercaya untuk membuat patung Pembebasan Irian Barat dan monumen Patung Dirgantara atau dikenal dengan Patung Pancoran. Karya monumental lain Edhie Sunarso adalah diorama antara lain Diorama Sejarah Museum Lubang Buaya dan Diorama Sejarah Museum ABRI Satria Mandala.
Soekarno memang seorang pemimpin sejati. Beliau tidak pernah tinggal diam setelah menyerahkan sepenuhnya pekerjaan seni tersebut kepada Edhi Sunarso dan team kerjanya. Beliau selalu memantau bahkan menunggu sampai pekerjaan itu selesai termasuk dalam merancang detil sketsa Monumen Pembebasan Irian Barat yang diberikan kepada wakil gubernur DKI Jakarta, Hank Ngantung
Bagi Soekarno, seluruh karya seni bersejarah adalah jiwa dari bangsa yang dicintainya, suatu bentuk pengingat terhadap perjuangan teramat panjang demi memperebutkan kemerdekaan. Kita bisa berkaca dari pernyataannya saat membangun Monumen Nasional (Monas);
“MONAS harus menjadi kebanggaan seluruh rakyat Indonesia: “Jiwanya, hatinya, rohnya, kalbunya, harus menjulang tinggi ke langit laksana TUNAS sekarang ini. Bahkan sepuluh kali, seratus kali, seribu kali tingginya kita punya kehendak, kita punya cita-cita kita punya tekad untuk meneruskan revolusi ini. Pada bagian lain Bung Karno menengaskan bahwa Tugu Nasional akan membawa dinamika kita, kenasionalan kita, kepribadian kita, revolusi kita, cita-cita kita, cipta kita. Pendeknya, tugu itu menggambarkan kepada kita sendiri dan kepada dunia umum bahwa bangsa Indonesia benar-benar bangsa yang besar. Bangunan ini menjadi salah satu wahana dalam proses “menjadi Indonesia”
(Sumber kutipan :asosiasimuseumindonesia.org/gagasan/382-50-tahun-monumen-nasional-peran-posisi-dan-pengelolaannya.html)
Dan tentu saja, karenanya kita tidak hanya harus menghargai jasa para pendidik, para pahlawan perang, dan negarawan. Ada pihak lain yang punya andil besar dalam perjuangan bangsa tapi seringkali karya mereka luput untuk diapresiasi secara istimewa. Mereka adalah seniman pejuang, seperti Edhi Sunarso.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H