Lihat ke Halaman Asli

Yesus Kristus dan Hukum Taurat

Diperbarui: 31 Agustus 2018   23:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Seringkali manusia tidak tahu bahwa tindakannya adalah sebuah kekeliruan, sampai ada aturan yang ditetapkan. Seorang siswa tentu akan memakai jaket dengan leluasa jika di sekolahnya tampak tidak ada aturan yang melarang hal tersebut. Jika aturan mulai ditegakkan, dan sekolah memberitahukan larangan pemakaian jaket untuk seluruh siswanya, pada akhirnya siswa yang dimaksud akan menyadari kekeliruan dari tindakannya, dan - tidak bisa tidak - harus tunduk pada aturan tersebut.

Mendiskusikan peranan dan relevansi Hukum Taurat bagi orang-orang Kristen merupakan sebuah upaya yang tidak mudah. Topik ini begitu luas dan rumit. Beragam penafsiran sudah diajukan sebagai solusi. Kerumitan ini tampaknya tidak hanya terjadi sekarang. Selama pelayanan Tuhan Yesus pun persoalan ini sudah muncul. Ungkapan “jangan kamu menyangka” dalam Matius 5:17 menyiratkan sebuah koreksi terhadap kesalahpahaman atau, paling tidak, sebuah antisipasi terhadap kesalahpahaman. Ajaran dan tindakan Yesus tentang Hukum Taurat telah membingungkan sebagian orang. Mereka menyangka bahwa Dia meniadakan Taurat.

Kesulitan di atas bukan hanya menjadi pergumulan para penganut Yudaisme, melainkan para pengikut kekristenan mula-mula juga. Berkali-kali Yesus Kristus bersilang pendapat dengan para ahli Taurat dan golongan Farisi, misalnya tentang pembasuhan tangan (15:1-9) atau penghormatan terhadap Hari Sabat (12:1-8). Tidak hanya berbeda dengan kelompok ahli Taurat, Farisi, dan Saduki, praktek religius Yesus Kristus juga berbeda dengan Yohanes Pembaptis. Murid-murid Yohanes sempat bingung dan meminta klarifikasi dari Yesus seputar rutinitas puasa (9:14-17). Keunikan ajaran dan tindakan Yesus berpotensi memunculkan tuduhan bahwa Ia telah meniadakan Hukum Taurat. Jika ini yang terjadi, apa yang diajarkan dan dilakukan oleh Dia merupakan sebuah kasus yang sangat serius bagi masyarakat Yahudi. Hukum Taurat adalah tanda perjanjian. Ketaatan terhadap Taurat merupakan harga mati bagi sebagian besar orang Yahudi.

Bagi orang-orang Kristen sendiri, Matius 5:17-20 juga menyisakan sebuah persoalan teologis yang cukup pelik. Bukankah tidak ada seorang pun yang dapat dibenarkan melalui ketaatan terhadap Taurat (Rm. 3:9-20)? Bukankah keselamatan adalah murni anugerah Allah (Ef. 2:8-9)? Jika demikian, mengapa Yesus Kristus di Matius 5:17-20 seolah-olah mengajarkan keselamatan melalui perbuatan baik (terutama ayat 20)?

Sebelum menguraikan kerumitan ini, kita sebaiknya menggarisbawahi bahwa isu yang lebih tepat dalam Matius 5:17-20 bukan terbatas pada Hukum Taurat, melainkan seluruh kitab suci orang Yahudi (Perjanjian Lama). Ungkapan “Hukum Taurat dan kitab para nabi” seringkali digunakan sebagai rujukan teknis untuk seluruh Perjanjian Lama. Jadi, bagaimana kesinambungan Perjanjian Lama bagi orang-orang Kristen?

Yesus Kristus dan Hukum Taurat (ayat 17-18)

Dalam konteks pengharapan mesianis bangsa Yahudi terdapat sedikit ketegangan berkaitan dengan relasi antara Mesias dan Taurat. Apakah nubuat Yeremia tentang datangnya perjanjian yang baru dan Taurat yang baru pada saat TUHAN memulihkan umat-Nya (Yer. 31:31-34) berarti bahwa Taurat yang lama akan ditiadakan? Matius 5:17-20 menjelaskan bahwa kedatangan yang baru bukan berarti peniadaan yang lama. Yang baru tidak meniadakan yang lama. Yang baru menggenapi yang lama.

Kata kerja “menggenapi” (pleroo) di ayat 17 telah dipahami secara berlainan oleh para teolog. Ada yang menafsirkan pleroo dalam arti menaati Taurat. Ada yang memahami pleroo dalam arti menerangkan makna yang sepenuhnya dari Taurat. Ada pula yang beranggapan bahwa kehidupan dan pelayanan Yesus (“Aku datang” di ayat 17) adalah untuk membawa Taurat pada tujuannya.

Dalam keseluruhan pelayanan Kristus, Ia memang melakukan tiga poin ini. Ia datang untuk menaati Taurat. Ia datang untuk menerangkan makna yang lebih esensial dari Taurat. Ia datang untuk merealisasikan tujuan Taurat. Bagaimanapun, dalam konteks Matius 5:17-20 hanya ada satu poin yang mendapat penekanan khusus.

Di antara alternatif yang ada, yang terakhir adalah yang paling masuk akal. Matius 5:17 tidak mengontraskan antara “meniadakan” dan “menaati.” Jika yang dimaksud adalah “menaati,” Matius pasti akan menggunakan kata kerja yang lebih jelas (misalnya akouo atau prasso). Opsi kedua juga kurang memuaskan. Yang dipersoalkan bukan hanya ajaran Yesus (makna Taurat bagi Dia), tetapi tindakan Yesus (nilai normatif Taurat bagi Dia).

Penggunaan “pleroo” di Injil Matius dan pertimbangan konteks Matius 5:17-20 menunjukkan bahwa tujuan dari kehidupan dan pelayanan Yesus Kristus adalah untuk memenuhi tujuan Taurat. Kata “pleroo” sebelumnya sudah muncul sebanyak lima kali dan dikaitkan dengan penggenapan nubuat para nabi (1:22; 2:15, 17, 23; 4:14; lihat juga 13:14; 26:54, 56). Yang digenapi oleh Yesus di Matius 5:17 memang bukan hanya Taurat, tetapi “Hukum Taurat dan kitab para nabi.” Ini bukan tentang tuntutan Taurat, tetapi tujuan Taurat. Ini bukan tentang aturan para nabi, melainkan nubuat mesianis yang mereka sampaikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline