Lihat ke Halaman Asli

Prahara Sang Pujangga

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tok tok.
Gedornya pelan.
Menyelinap getarnya.
Hadirnya merasuk hangat ke relung kosong.

Asmara pun tiba.
Tertangkap!

Balasnya,
Pakai otak!

Dijawab,
Sungguh inilah siklus.
Tiada padanya keraguan,
Tak dimilikinya kuasa menahan.

Terpingkal berbicaralah lagi,
Pikir kecil pikir besarmu.
Kecil tiada cukup.
Besarmu siapa pahami?

Seonggok batu kali ini bicara.
Pecah bekunya. Mulai menerawang, membaca, menulis, lalu bertutur.
Ikhlas.
Kini terberi semua empunyaku.
Punyailah yang ku punya, tak kumiliki milikku.

Siapa gerangan aku menuntut?
Kuncup, kembang, dan layu di tanganmu.
Yang ku ada hanya aku.

Teratas semuanya, yang jadi haknya harusnya hakku.
Itu dulu. Kini, kewajibanku.

Tentukan.

Tok tok.
Genderang langkahnya sunyi.
Merangsek lembut.
Jiwanya cair lewat dingin.

Hingga nanti angin semilir, mengisi kantung air,
Yang bahkan samudera pun tak cukup penuhi.
Nanti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline