Lihat ke Halaman Asli

Stephen Sihombing

mengabdi bagi kemanusian dengan keteladanan Yesus

Semarak Natal: Haruskah Dihalangi?

Diperbarui: 21 Desember 2016   01:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Kelahiran Yesus Kristus atau Natal merupakan peristiwa iman yang selalu dirayakan dengan penuh kegembiraan. Tidak hanya bagi anak-anak yang menantikan hadiah dari orang tua dan teman, tetapi juga dikalangan orang dewasa yang merindukan relasi  rukun dan damai. Kelahiran Yesus sejatinya proklamasi kasih Allah bagi manusia yang terus menantikan datangnya Mesias atau Juruselamat yang diurapi Tuhan. Natal meniadakan tembok permusuhan dan ujaran kebencian.

Kemeriahan Natal sudah  dirayakan saat nyanyian Malam Kudus diciptakan. Ketika pohon cemara diletakkan sebagai simbol kehidupan yang abadi. Dan manakala lilin terang menjadi penanda lenyapnya ketakutan dan kegelapan. Peritiwa Natal bukan lagi ranah privat sekelompok kecil orang. Natal dengan semaraknya menjadi budaya populer yang menguntungkan banyak pihak. Tentu dengan segala cara, para pedagang menggunakan atribut Natal guna meraup rejeki sebanyak-banyaknya tidak peduli apa keyakinannya. Promosi menjadi magnet luar biasa agar konsumen  terus membelanjakan uangnya. Untung besar  berimbas pada tambahan rezeki bagi pekerja.

Kita menghargai seruan larangan menggunakan atribut Natal bagi mereka yang berlainan iman. Dalam beragama, kita masih terus belajar memahami kembali kebenaran fundamental dari saudara-saudari yang beragama Islam. Kalangan kristen, terutama para pengusaha diingatkan bahwa kegiatan bisnis memiliki dampak sosial. Salah mengartikan pendapat alim ulama dapat mengancam masa depan  bisnis dan disintegrasi bangsa. Kaum kristiani disadarkan untuk menjadikan peristiwa Natal bukan sebagai pentas kemewahan yang menjadikan perilaku kita hedonis dan rakus.

 Sebagai warga bangsa, kesahajaan dan kepekaan pada mereka yang menderita karena gempa, banjir dan kecelakaan, menjadi hal prioritas dan mendesak. Dengan menghormati keyakinan saudara kita, umat kristiani berdoa agar kebihinekaan terus terpelihara. Dengan pengendalian diri yang baik, kita terhindar dari jebakan formalisme agama yang membebani dan merusak persaudaraan kasih. Semarak Natal tetap terpancar ketika damai Allah menguasai hati dan pikiran kita. Umat terus bernyanyi secara pribadi dalam paduan yang membahana.  




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline