Lihat ke Halaman Asli

Mendung

Diperbarui: 14 Juni 2022   22:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku menatap ke arah cakrawala
Di depanku adalah mendung
Sedu sedan tak bertepi
Air mata tebarkan jala

Aku ingin bekerja sama
Dengan hati yang muram
'Tuk lepaskan hitam yang telah karam
Pada kemarin sore di akar jiwa

Lautan pilu menyeretku
Hingga aku terbenam pada ombak
Lalu dicabiknyalah aku hingga sakit
Enyah sudah rasa bahagia

Pertahananku runtuh
Bersama dengan raga yang koyak
Seolah enggan kembali utuh
Menuntut semua peluh

Pada lautan bengis yang memakanku
Tanganku berusaha 'tuk menggapai teluk
Aku ingin bermuara pada suatu tempat
Ketika aku pandai menggunakan akal sehat

Lautan bengis adalah pikiran yang menenggelamkanku
Ingin menyeretku pada hilir
Berakhir pada samudera durjana
Tangannya menyeretku ke palung agar jumpalah binasa

Mendung adalah fana
Sebentar ia datang, sebentar ia pulang
Aku harus keluar dari samudera pikiran yang membelenggu
Menerimanya sebentar lalu singkirkan mendung

Suatu saat mungkin ku jumpa mendung yang akan jadi hujan
Atau mendung berakhir gerimis
Apapun bentuknya ia memang tragis
Nanti hidup 'kan ubah jadi harapan


Mendung mungkin juga berubah menjadi badai
Kalau beruntung ia akan jadi landai
Kalau tidak maka berjalanlah di atasnya
Tebas kepalanya hingga ia gagal

Ketika nanti ia kembali lagi
Sambutlah ia
Peluk raganya lagi
Dengan senyum dan jiwa yang lebih kuat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline