Rasanya semua orang sudah tahu makna sholat, jadi saya tidak perlu repot-repot menjelaskan.
Tulisan ini dibuat bukan untuk menceramahi atau mengingatkan betapa pentingnya sholat. Tulisan ini juga tidak ditujukan kepada siapa pun, kecuali untuk diri saya sendiri.
Saya cuma ingin menulis, betapa jahatnya saya. Saya egois, angkuh, dan bisa dibilang- tidak tahu terima kasih.
Kalau Tuhan bisa bosan, mungkin Dia sudah muak sama saya. Bayangkan saja, Dia ada untuk saya 24 jam/hari, 7 hari/minggu. Dia ada selamanya. Meskipun Dia tidak selalu memberi apa yang saya mau, tapi Dia jelas-jelas memberi apa yang saya butuhkan. Tapi, apa yang saya lakukan?
Dan dengan tololnya, saya lebih mengingat hal lain dari pada Dia. Padahal saya seorang muslim, padahal saya ingin sekali menjadi kekasihNya. Namun kenyataannya, yang saya lakukan hanyalah berselingkuh dengan dunia. Terkadang saya melupakan Tuhan. Hanya mencari ketika saya kesusahan dan butuh pertolongan. Kurang ajar sekali. Angkuh, padahal bodoh.
Ada yang bilang sholat itu tiang agama. Padahal awalnya, (seharusnya) kita diperintahkan sholat 50 kali. Dan karena Tuhan sangatlah dermawan dan pengertian, waktu sholat sebanyak itu didiscount habis-habisan. Dari 50 jadi 5. Sekalinya sholat juga tidak sampai 10 menit.
Saya sudah dipinjami nyawa dan segalanya 24 jam atau 1440 menit.
Saya tidur kurang lebih 6 jam atau 360 menit, berarti waktu produktif sayasekitar 1080 menit.
Jika tiap kali sholat memakan waktu 5 menit, sehari hanya perlu menyisihkan waktu kurang dari setengah jam. Dan saya masih punya 1055 menit lagi untuk dunia. Dengan kemudahan yang menakjubkan ini pun saya masih saja tidak bisa sholat dengan sempurna. Terkadang tidak tepat waktu, terkadang terlupa.
Ketika shubuh, terkadang saya tidak terjaga dan tidak mendengar adzan.
Ketika dzuhur,terkadang saya terlalu sibuk berselingkuh dengan dunia.
Ketika ashar, terkadang saya ada dalam perjalanan.
Ketika maghrib, terkadang saya lebih memilih menonton atau mengerjakan hal-hal lain.
Ketika isya, terkadang saya terus terlena dan akhirnya terlelap; sebelum sempat menunaikan sholat.
Padahal saya tidak tahu berapa lama lagi saya diizinkan hidup di dunia, saya tidak tahu kapan ajal menjemput. Tapi meskipun begitu, tetap saja saya tidak tahu diri dan tidak bisa mengingatNya secara utuh.
Sungguh hina sekali diri saya. Saya bahkan malu untuk meminta ampun; saking seringnya memohon maaf- tapi jatuh lagi di beberapa kesalahan yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H