Lihat ke Halaman Asli

Stefi Rengkuan

Misteri kehidupan itu karena kekayaannya yang beragam tak berkesudahan

Ignatius Suharyo: Mohon "Rahmat Kegelisahan"

Diperbarui: 13 Oktober 2019   09:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi

Kenangan Doa Oikumene untuk Kedamaian dan Kesatuan Bangsa#

Kegiatan ini adalah kelanjutan dari doa berantai yang diselenggarakan oleh Jaringan Doa Nasional dan Indonesia One di seluruh pelosok Indonesia bahkan sampai mancanegara.

Acara ini melibatkan hampir semua aras utama Gereja Kristen dalam pelbagai wadah persekutuannya, Katolik Roma, dan Ortodox. Tahun ini giliran Gereja Katolik, dalam hal ini diwakili oleh Keuskupan Agung Jakarta dan Komisi HAK Konferensi Wali Gereja Indonesia.

Acara puncak telah dilaksanakan Jumat, 2 Juni 2017 di dalam gereja paroki St. Yakobus Kelapa Gading, Jakarta. Gereja besar, 1 lantai setengah, megah, artistik dengan akustik yg bagus, menampung sampai 2500 umat. Maklumlah umat paroki di sana sudah lebih 25.000 jiwa. Berada di dalam kompleks perumahan Angkatan Laut, dengan parkir yg sangat luas.

Peserta yang hadir sekitar 1000an dari pelbagai utusan jemaat dan lembaga, termasuk utusan pemerintah. Sehabis acara di dalam gedung gereja, dilanjutkan dengan ramah tama di ruang aula yang besar di gedung pastoral yg memiliki 4 lantai, pas di belakang gereja.

Acara doa diawali dengan perarakan semua perwakilan aras gereja dan lembaga2 mitra dengan vandel dan benderanya masing. Dilanjutkan dengan sambutan2 dan doa2, kotbah dan diakhiri dengan penandatanganan dokumen doa dan seruan yg ditandatangani semua perwakilan, untuk diserahkan kepada Presiden dan DPR.

***
Berikut beberapa gagasan yg sempat saya tangkap dan masih ingat khususnya tentang kotbah yg dibawakan oleh Uskup Agung Jakarta yang kebetulan juga adalah Ketua Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (wadah para Uskup Katolik di Indonesia). Dan belum lama dilantik oleh Paus Fransiscus menjadi Kardinal. 

Mgr. Ignasius Suharyo mengawali uraiannya dengan menyebut gambaran dan pengalaman akan Allah yang sangat mempengaruhi sikap dan prilaku manusia beragama. Menurutnya, gambaran ini merupakan salah satu akar paling dalam dari masalah konflik beragama dan dalam pelbagai dimensi hidup yg terkait agama.

Kiranya tak berlebihan mengatakan kalau kedamaian dunia tak bisa dilepaskan dari damai dalam diri umat beragama itu sendiri, umat maupun pemimpinnya.

Bagi umat kristiani gambaran Allah akan kasih menjadi sangat relevan dan menantang kita lagi di hadapan fenomena konflik dan kekerasan dan balas dendam. Uskup mengingatkan kita lagi kita akan ensiklik Benediktus XVI Deus Caritas Est, Allah Adalah Kasih, tahun 2005. Konteksnya adalah konflik dan peperangan dunia waktu itu di Irak dan Suriah.

Kembali ke tanah air yg sedang bergejolak akhir2 ini, uskup mengajak umat kristiani untuk punya sikap beriman yang lebih dalam dan luas, jauh ke belakang dan ke depan. Uskup mengajak umat untuk membuat sebuah kontemplasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline