Lihat ke Halaman Asli

Stefi Rengkuan

Misteri kehidupan itu karena kekayaannya yang beragam tak berkesudahan

Hidup Rukun Damai Tidak Cukup Lagi Membahagiakan?

Diperbarui: 12 Oktober 2019   08:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Alangkah Bahagianya
Hidup
Rukun dan Damai...

Ibarat embun yang segar pada pagi yang cerah


Lagu ini pernah menjadi top hits di Sulawesi Utara bahkan seantero negeri. Itu terjadi justru pada saat konflik dan kerusuhan sara sedang melanda beberapa wilayah di Indonesia. Ini kesaksian dari produser lagu terkenal di Manado, Richie Lamora. 

Bersama dengan Youke Frits, beliau mempopulerkan lagu ciptaan pastor biarawan MSC (Misionariorum Sacratissimi Cordis=misionaris hati kudus Yesus) asal Tonsea Minahasa: Marcel Rarun. Walau bukan urutan lagu andalan, tapi malah itu yang melejit jauh dibanding lagu lainnya.

Faktanya Manado dan sekitarnya aman damai saja. Sulut masih sulit disulut oleh provokasi dan konflik yang telah menghancurkan komunitas-komunitas di daerah tetangga: Ternate, Ambon, Poso.

Lagu ini diciptakan puluhan tahun silam sewaktu masa pemulihan keamanan, pasca perang saudara jaman pergolakan Permesta dengan segala tuntutannya saat itu konteks tertentu, justru masih dalam kerangka setia pada NKRI (baca Piagam Permesta!). 

Tapi sayang mesti terpaksa ditempuh dengan cara bersenjata dan kekerasan antar tentara pusat dan tentara permesta, korban selalu masyarakat umum. 

Walau akhirnya kedua pihak sadar akan keteledoran masing2, namun berapa jiwa yang melayang, berapa energi termasuk anggaran pemerintah habis...dan berapa karir militer dan sipil orang Minahasa yang mentok atau hilang, berapa puluh ribu anak sekolah smp sma dan mahasiswa yang putus di jalan...satu dua generasi hilang atau tertinggal dari saudara2 lain di Jawa. 

Semuanya selalu rugi dan menyesal.  (Kira2 ini juga cerita berpesan bijak walau pedih pilu menggugat, dalam buku Batalion R Djin Kasuang, Pohon Cahaya, Yogyakarta, 2017. 

Sebuah biografi dari pelaku sekaligus korban yang masih belia saat itu terenggut dari bangku sekolah dan terpaksa bergerilya masuk keluar hutan di kawasan Masarang sampai Tampusu yang menjadi wilayah perjuangan mereka)

Lagu ini kemudian dimuat dalam buku ibadat dan nyanyi yang berjudul Madah Bakti yang terbit sekitar tahun 70an oleh Pusat Musik Liturgi Yogyakarta. Sayang buku ini sudah digantikan oleh buku lain yang memang memuat lagu2 ekumenis Kristen Katolik dan Protestan, tapi kebanyakan hanya terjemahan rigid dari karya aslinya yg mayoritas berkonteks Barat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline