Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan Berproses Versus Budaya Instan

Diperbarui: 20 April 2018   18:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemajuan suatu negara tentunya sangatlah bergantung kepada pendidikan dan kebudayaan daripada masyarakatnya. Mengapa? Karena dengan kualitas pendidikan yang baik mengubah cara berpikir dan luasnya wawasan seseorang. Sedangkan tingginya tingkat kebudayaan suatu masyarakat menentukan sikap dan karakter masyarakat tersebut.

Dahulu Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah, memiliki semangat gotong royong dan toleransi yang tinggi. Dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, walaupun berbeda-beda namun tetap satu jua menunjukkan kekuatan bangsa Indonesia melalui keberagaman suku dan budaya yang dimilikinya. Bagaimana bangsa ini dapat bertahan hingga saat ini tentunya juga tidak dapat dipandang sebelah mata.

Bagaimana dengan Indonesia saat ini? Arus kemajuan teknologi dan globalisasi saat ini banyak mengubah cara hidup manusia, cara berpikir kita dan juga budaya kita. Saat ini, kemajuan teknologi memberi kita banyak sekali kemudahan, semua serba instan. Namun, tanpa kita sadari, ternyata secara tidak langsung hal tersebut menjadi budaya instan yang melekat di masyarakat kita.

Instan disatu sisi bukanlah hal yang tidak baik dan merusak. Instan merupakan buah teknologi dimana tentunya semua senang jika dapat langsung melihat hasil tanpa melalui proses yang relatif lebih panjang dan makan waktu. Namun, jika kita menekankan pada instan dengan mengabaikan proses tentunya hal tersebut tidak dapat dibenarkan. Dunia pendidikan pun tidak terlepas dari budaya instan tersebut. Dengan sekolah tergiring dengan pemikiran instan tersebut, sekolah lupa dan mulai mengabaikan proses.

Sebagai contoh, ada sekolah dengan mudah mengeluarkan siswa yang melakukan kesalahan dan mengabaikan proses mendidik siswa yang bersalah tersebut untuk akhirnya kembali ke jalan yang benar, ada guru dengan mudah langsung memberikan ujian remedial untuk menuntaskan nilai siswa dan mengabaikan proses untuk mengajar anak tersebut agar mengerti dengan materi pelajarannya, dan masih banyak contoh lainnya.

Apakah sekolah tidak tahu bahwa perlu proses, perlu kesempatan, perlu usaha untuk mendidik siswa yang melakukan kesalahan tersebut untuk berubah? Apakah guru tidak tahu bahwa perlu proses mendidik siswa untuk tekun belajar, mengulangi kembali untuk mengerti suatu materi pelajaran dan bukan kepada hanya fokus agar nilai tuntas dengan cepat / instan? Tentu jawabnya tahu, hanya saja lupa.

Apakah benar karena lupa? Saya kira lebih kepada semua berpikir ingin cepat pada hasil (instan). Sebuah pandangan yang menyedihkan, bagaimana sekolah dan guru yang seharusnya menjadi teladan kebenaran bagi murid-murid juga mulai terpengaruh dengan budaya instan yang salah, terlebih malah menularkan contoh budaya instan yang salah tersebut kepada murid-murid.

Pendidikan tidak boleh mengabaikan proses. Sekolah harus mengajarkan siswa-siswi untuk berpikir, mengapa begini? Mengapa begitu? Berawal dari pemikiran demikian, sekolah perlu mendorong mereka untuk bagaimana melakukan proses tersebut. Dengan demikian, sekolah dapat berhasil mengajar siswa-siswi dalam pelajaran dengan melewati serangkaian proses, sekolah dapat berhasil mendidik perilaku dan karakter siswa-siswi dengan melewati proses mendidik. Proses itu penting!

Namun, Apakah semudah itu? Budaya instan yang salah ini sudah menjalar ke semua lini kehidupan masyarakat. Pada pemerintahan, kita dapat menemukan terkadang muncul aturan-aturan pemerintah yang berbau budaya instan ini, yang hanya memberikan solusi sementara, dengan mengabaikan bahwa perlu ada proses yang dilakukan. Kita perlu pemerintah yang dapat merancang sebuah aturan yang berproses dan berkelanjutan sehingga memberi solusi yang komprehensif untuk jangka waktu yang panjang.

Pada keluarga, sudah banyak contoh orang tua yang sibuk dengan dirinya dan mengabaikan pendidikan keluarga untuk anak-anak mereka. Banyak orang tua saat ini ingin instan, semua tinggal dibayar dengan uang. Banyak orang tua yang hanya tau bekerja dan berharap pulang kerja mereka menemukan anak-anak mereka sudah menjadi anak-anak yang pintar, berkarakter baik, berakhlak mulia.

Mereka lupa bahwa semua itu tidak dapat terjadi secara instan. Mereka lupa bahwa perlu peran mereka sebagai orang tua untuk melalui proses mendidik anak-anak mereka sendiri, bagaimana orang tua bercengkrama dengan anak mereka dan mengajarkan nilai-nilai kehidupan, bagaimana orang tua lewat beribadah bersama menuntun anak-anak untuk mengenal Penciptanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline