Lihat ke Halaman Asli

Stefano Astra

Penulis Lepasan, Tax Expert

Rasis itu Warisan

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa waktu lalu gue menonton salah satu film yang dibintangi "Si Cantik" Emma Stone, The Help (2011). Film ini pada intinya sih bercerita tentang masalah rasisme dan diskriminasi terhadap orang-orang kulit hitam (Afro-american) yang kebanyakan bekerja sebagai pembantu untuk orang-orang kulit putih di era tahun 1960-an. Menonton film ini entah kenapa mengingatkan gue sama film Crash (2004) yang dibintangi sama Sandra Bullock. kedua film ini kurang lebih bertema sama berupaya memvisualisasikan rasialisme yang terjadi di Amerika. Entah mengapa orang bisa berpandangan orang "ini" pasti ngga baik, atau "kelompok ini" derajat hidupnya lebih rendah dari yang lain. Menurut gue rasialisme itu sudah ada di benak masing-masing orang. kita semua sudah mendapatkan warisan itu, dan gue yakin warisan itu pasti akan terus-menerus diwariskan ke generasi-generasi setelah kita. Contohnya ngga jauh-jauh, Oma gue selalu tidak suka sama orang Papua, menurut beliau orang Papua itu bodoh dan tidak bisa diandalkan. Entah darimana dia bisa mendapat pikiran seperti itu. Hal ini semakin menjadi-jadi pada saat ada orang Gereja  gue yang memang terlahir sebagai orang Papua tidak sengaja menghilangkan kucing kesayangannya. Sejak saat itu dia menganggap semua orang Papua itu bodoh dan dia terus-menerus bilang hal itu ke semua orang. Belum lagi cerita Ayahnya gue yang dimusuhi para pekerja proyek karena ketahuan dia orang Tionhoa. Ayah gue memang punya perawakan seperti halnya orang Jawa, jadi ngga heran kalau ngga ada yang menyangka dia orang Tionghoa. Gue ngga tahu detail ceritanya bagaimana para pekerja proyek tersebut sampai tahu kalau mandor mereka selama ini orang Tionghoa, tapi intinya sejak "ketahuan" Ayah gue merasa kalau dirinya mulai dimusuhi,  bahkan setiap hari ada aja barangnya yang hilang. sampai berhentilah dia dari pekerjaan itu. Belum lagi masalah gue entah mengapa sejak banyak pengeboman-pengeboman gue jadi agak ngeri melihat orang yang perawakannya Arab apalagi kalau melihat perempuan yang menggunakan Burka, gue merasa risih. Sebenernya tulisan ini gue buat sama sekali ngga ada maksud buat ngejelek-jelekin ras manapun. Pada intinya gue ingin berbagi hal yang gue pikirkan ke kompasianer bahwa kita lebih nyaman berada dalam kelompok kita dan kita terbiasa memilah-milah orang  menjadi kategori sosial tertentu. akan sangat sulit memandang semua orang sama jika kita masih melihat perbedaan sebagai fokus utama. Gara-gara film yang gue sebutkan di atas, gue berefleksi bahwa benar apa yang dikatakan di buku 'To kill a mocking bird" seseorang itu tidak akan pernah tahu hidup seseorang sampai dia benar-benar berada di bawah kulit daging orang tersebut" Jadi refleksi gue adalah "there is no judgement to other people" .  Jadi akankah kita mewariskan rasisme ke anak cucu kita... Jawabannya menjadi pilihan anda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline