Lihat ke Halaman Asli

stefanie rachel putri sirait

Mahasiswa Universitas Jember

Tragedi Madiun 1948: Pergolakan Sejarah yang Mengubah Dinamika Politik Indonesia

Diperbarui: 12 Juni 2024   16:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Latar Belakang Peristiwa Madiun 1948

Kota Madiun, terletak di Provinsi Jawa Timur, memiliki posisi strategis sebagai penghubung antara Surabaya dan Yogyakarta. Pada masa kolonial, Madiun merupakan karesidenan penting yang mencakup beberapa kabupaten. Pada tahun 1948, Madiun adalah salah satu kota besar di Republik Indonesia setelah Yogyakarta dan Solo.

            Peristiwa Madiun 1948 terjadi di tengah kondisi sosial dan ekonomi yang memburuk akibat Agresi Militer Belanda I. Blokade oleh Belanda menyebabkan harga-harga melonjak, wabah penyakit, dan kesulitan logistik bagi pemuda di garis depan.

            Ketika Presiden Soekarno menunjuk Amir Syariffudin untuk membentuk kabinet, perundingan dengan Belanda menghasilkan Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948. Meski banyak pihak menganggap perjanjian ini merugikan Indonesia, kabinet Amir tetap berjalan hingga akhirnya mendapat kritik keras dari Partai Masyumi dan PNI. Amir Syarifuddin akhirnya mengundurkan diri, dan Drs. Mohammad Hatta ditunjuk sebagai pengganti.

            Hatta berusaha membentuk "Pemerintah Nasional" yang melibatkan semua partai besar, namun hal ini menimbulkan pertentangan politik. Golongan oposisi, termasuk Partai Komunis Indonesia (PKI) dan organisasi-organisasi kiri lainnya, membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang memiliki pengaruh kuat di Madiun. Pada 18 September 1948, pasukan FDR menguasai Madiun setelah mengalahkan pasukan pemerintah tanpa perlawanan berarti.

Upaya Penumpasan Pemberontakan Madiun 1948

Upaya penumpasan pemberontakan dimulai pada 16 September 1948 di Yogyakarta. Panglima Besar Jenderal Soedirman mengadakan rapat dengan Kolonel A.H. Nasution dan Kolonel Gatot Soebroto. Kolonel Gatot Soebroto kemudian diangkat sebagai Gubernur Militer Solo dan diberi wewenang penuh untuk mengakhiri pertikaian di Solo dan Madiun.

            Pada 19 September 1948, pemerintah mulai mengambil tindakan dengan mengirim Mohammad Yasin dari Mobiele Brigade Besar (MBB) Jawa Timur untuk melucuti pasukan Brigade XXIX di Blitar. Pada 20 September 1948, Panglima Besar Soedirman memerintahkan penumpasan pemberontakan di Madiun. Pasukan pemerintah mulai merebut kembali wilayah yang dikuasai PKI. Pada 30 September 1948, Madiun berhasil direbut kembali oleh pasukan pemerintah.

            Pada 31 Oktober 1948, Musso, pemimpin PKI, tewas ditembak. Penangkapan tokoh-tokoh pemberontak lainnya terus berlanjut hingga akhir November 1948. Pemberontakan berhasil dipadamkan, dan Republik Indonesia menunjukkan kemampuannya mengatasi ancaman komunis di dalam negeri.

 

Dampak Peristiwa Madiun 1948

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline