Lihat ke Halaman Asli

Seringnya Mengabaikan Keakuratan Berita

Diperbarui: 24 Juni 2015   15:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Mendapatkan sumber berita saat ini jauh lebih mudah dengan adanya media online. Kita cukup membutuhkan peralatan seperti laptop, komputer, smartphone, ataupun tab. Kemudian colokkan modem ke laptop atau komputer kita. Untuk yang menggunakan smartphone maupun tab, kita membutuhkan adanya paket data internet dari provider. Mau lebih ringkas lagi? Carilah wireless fidelity (wifi) untuk berselancar di dunia maya.

Internet memang memudahkan kita untuk mencari apa saja yang kita butuhkan, termasuk berita. Hanya dalam hitungan detik bahkan menit, sudah banyak berita yang bermunculan. Cukup dengan membuka portal berita online, kita bisa mengetahui peristiwa yang terjadi di sekitar kita, bahkan yang ada di belahan dunia.

Tak perlulah repot-repot menunggu surat kabar terbit, membuka halaman per halaman dari media cetak yang membuat ribet, ataupun mencari televisi untuk menonton berita, cukup dengan meng-klik link yang kita mau, kita sudah dapat membaca berita yang diinginkan. Selain itu, banyaknya masyarakat yang menyenangi mengakses media online juga dikarenakan media ini dapat diakses secara free (gratis) dibanding media massa lain. Yah, meskipun tetap saja harus mengeluarkan biaya untuk internet.

Kemudahan yang didapat itulah, masyarakat pun seperti ‘mendesak’ adanya berita yang cepat disajikan oleh portal berita online. Jurnalis media online tersebut pun harus sesegera mungkin menuliskan laporannya agar dapat dibaca masyarakat. Kecepatan dalam menyajikan berita inilah yang menjadi kunci keberhasilan sebuah portal berita online. Artinya, semakin cepat berita tersebut ditampilkan, maka semakin banyak pembaca yang membuka website tersebut. Pada akhirnya, banyak yang produsen yang mengiklankan produknya ke portal berita online tersebut.

Sayangnya jangkauan media online ini belum merata di Indonesia. Jaringan internet masih berada di kota-kota besar, belum masuk sampai pelosok desa. Oleh karena itu hanya sebagian orang saja yang bisa mengakses internet. Tak semua orang di perkotaan juga bisa berselancar di dunia maya jika mereka tak memiliki gadget, terutama bagi mereka kaum miskin yang belum memiliki pengetahuan memadai mengenai teknologi. Untuk itulah masih sebagian masyarakat di Indonesia yang bisa menikmati kemudahan dalam mengakses berita melalui media online.

Berbicara soal media online berarti berbicara mengenai kecepatan dalam mengolah berita yang dilakukan oleh si jurnalis. Begitu mudah dan cepatnya orang-orang dapat mengakses internet, berarti sebuah portal berita online harus mampu menyajikan informasi yang cepat pula. Nah, fokus pada tulisan ini merajuk kepada kecepatan jurnalis dalam memberikan sebuah berita yang baru saja terjadi, atau bahkan sedang terjadi. Tuntutan inilah yang membuat jurnalis ‘dikejar’ deadline, sehingga pekerjaannya menjadi tidak optimal. Keakuratan sebuah berita menjadi berkurang karena sang editor tidak sempat mengecek kebenaran dari berita yang jurnalis buat.

Dalam membuat berita untuk media onlinebiasanya dibuat dengan berita langsung (straight news report). Maka berita yang disampaikan harus cepat, singkat, pendek dan apa adanya sesuai dengan peristiwa yang terjadi. Sayangnya, model seperti ini mempunyai kelemahan, yaitu informasi yang diberikan hanya sepotong-sepotong. Artinya, hanya ada beberapa fakta yang ada di lapangan.

Pada akhirnya, jurnalis mengambil jalan pintas untuk meng-copy paste tulisan orang lain, dengan ataupun tanpa editan. Memang tidak semua jurnalis media online melakukan hal ini, dan tidak hanya jurnalis media online, tetapi juga jurnalis media cetak maupun media elektronik. Oleh karena itu muncul berita yang serupa di beberapa media online yang sangat mirip, kalaupun berbeda mungkin hanya satu kata atau lebih.

Apalagi dengan adanya citizen journalism. Siapa saja bisa menulis di media online, seperti lewat blog misalnya. Masyarakat bisa menulis opini ataupun melaporkan sebuah berita di media online. Maka semakin banyak jiplak-menjiplak karya orang lain. Sebenarnya boleh saja mengutip atau mengambil berita secara keseluruhan dari milik orang lain, tetapi sebaiknya diberi keterangan darimana sumber berita tersebut berasal.

Berita-berita yang termuat di media online lama-lama hampir seperti acara gosip di televisi. Mengapa? Menurut saya, semakin banyak kabar yang belum jelas kebenarannya alias hanya gosip semata, tetapi sudah ditulis di media online. Padahal keakuratan berita sangatlah penting supaya bisa dipertanggungjawabkan oleh si penulis.

Problema ini bahkan sempat dibahas pada seminar yang bertema “Media Online: Pertumbuhan Pengakses, Bisnis, dan Problem Etika”. Seminar ini digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen Jakarta, AJI Indonesia, dan Ford Foundation di Hotel Morrissey, Jakarta, Kamis, 7 Maret 2013. Disebutkan bahwa ada enam jenis pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukan oleh media online yang diadukan ke Dewan Pers.

Pertama, mengenai kesalahan dalam pemberitaan karena media online tersebut tidak menguji informasi atau melakukan konfirmasi sebelumnya. Lagi-lagi masalah kecepatanlah yang membuat adanya kesalahan ini. Kedua, berita tidak akurat. Keakuratan berita merupakan salah satu hal terpenting dalam penulisan berita. Ketiga, mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi. Seharusnya jurnalis tidak boleh memasukkan opininya sendiri ke dalam berita karena berita harus berdasarkan fakta yang ada di lapangan. Keempat, tidak berimbang. Jurnalis tidak boleh memihak narasumber siapapun, ia harus bersikap netral. Kelima, tidak menyembunyikan identitas korban kejahatan susila. Hal ini demi masa depan si korban supaya ia tidak malu nantinya. Keenam, tidak jelas narasumbernya. Tentu saja dengan adanya sumber yang jelas maka dapat mendukung keakurakatan data.

Menulis berita di media online tidak berbeda jauh dengan media cetak ataupun media elektronik, kode etiknya pun sama. Untuk itu dalam hal mem-verifikasi data sangatlah penting agar masyarakat tidak keliru mendapatkan informasi. Mengutip pembicaraan dari Nezar Patria, Redaktur Pelaksana portal beritaViva.co.id, bahwa ada sejumlah persepsi keliru di kalangan pengelola dan jurnalis mediaonline. Persepsi keliru itu, antara lain, jurnalismeonline bukanlah jurnalisme yang serius,traffic sebagai pencapaian utama dipandu berita sensasional, serta kualitas dan kredibilitas beritaonline lebih rendah dari jurnalisme cetak.

Padahal media online bisa saja menggeser keberadaan media cetak di era digital saat ini. Lihat saja bagaimana media-media cetak di Amerika yang gulung tikar karena minimnya pembeli dan kemudian beralih ke media online. Seatlle Post-Intelligencer merupakan salah satu media cetak di kota Seatlle, Amerika Serikat, yang beralih ke media online. Hal ini dikarenakan Seatlle Post-Intelligencer merugi setiap tahun. Media online ini pun masih tetap eksis hingga sekarang.

Jika hal serupa terjadi di Indonesia nantinya, dan media online masih bermasalah dengan hal kredibilitas beritanya, lantas mau jadi apa pemberitaan di Indonesia?

Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku media online. Sebaiknya media online sudah berbenah diri sejak sekarang. Kecepatan dalam menampilkan sebuah berita yang sedang menjadi trending topic memang merupakan daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk membacanya. Namun tetap tidak boleh mengabaikan keaslian data dan sumber berita tersebut.

Sumber berita:

www.tempo.co




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline