Lihat ke Halaman Asli

Berita : Memberi Info atau Keresahan?

Diperbarui: 18 September 2015   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

“Maraknya Beras Plastik, Penjualan Menurun” , merupakan kalimat yang paling sering diperbincangkan di sosial media pada pertengahan tahun 2015 ini. Tentu kita semua tahu tentang kehebohan beredarnya beras plastik itu, karena memang hampir di semua sosial media terkhusus facebook dan twitter kompak memberitakan isu tentang beras plastik tersebut. Masyarakat dibuat resah dengan munculnya isu ini disaat harga beras sedang melonjak naik. Dampak negatif dari isu ini juga merugikan pedagang beras yang mengalami kemerosotan omset hingga 50%. Namun apakah benar isu tentang beras plastik yang selama ini beredar? Selang beberapa minggu setelah pemberitaan tersebut, muncul banyak klarifikasi bahwa berita tersebut hanyalah hoax belaka. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa tidak ada yang namanya beras plastik dengan didukung bukti yang akurat. Barulah setelah ada klarifikasi yang dapat dipercaya, masyarakat mulai tenang menghadapi isu ini.

Banyak berita serupa yang sering meresahkan masyarakat padahal kebenarannya belum tentu bisa dipertanggung jawabkan. Menurut Lesmana, dalam tulisannya kondisi tanggung jawab pers dan media massa, ia mengatakan “Print it, and be damned”, beritakan dulu, urusan belakangan. Sikap ini menunjukkan ketidakmampuan media untuk bertanggung jawab atas peran dan fungsinya. Hal ini dikarenakan peran media yang bebas dalam memblow up sebuah masalah/isu tanpa disertai bukti yang akurat. Salah satu contoh, penggunaan kalimat “menurut sumber yang tidak bisa disebut namanya” adalah bentuk dari lemahnya pertanggung jawaban fakta dari berita itu. Hal ini menjadikan seolah-olah fakta itu benar padahal tidak jelas siapa narasumber/penanggung jawab sumber berita tersebut. Sebuah berita yang harusnya memberi informasi akurat pada masyarakat justru malah meresahkan dengan informasi yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.

Indonesia menganut sistem dimana masyarakat bebas berpendapat, tetapi kebebasan seperti apa yang dimaksud? Apakah bebas mencela orang lain? Atau apakah juga bebas berekspresi hingga membuat was-was dan merugikan orang lain? Tentu bukan kebebasan seperti itu yang dimaksud. Disinilah, teori pers tanggung jawab sosial dapat menjawab pertanyaan tersebut. Dalam teori tanggung jawab sosial, pers mempunyai kebebasan dalam membuat berita dan informasi kepada masyarakat tetapi tetap harus memperhatikan norma yang berlaku di masyarakat. Jangan sampai pers malah membuat kecemasan dengan pemberitaannya, sebaliknya pers harus bisa bertanggung jawab kepada masyarakat dalam setiap pemberitaan yang dibuat. Pers tidak hanya membuat informasi yang menghibur dan mementingkan suatu kelompok tertentu, tetapi juga harus bisa mencerdaskan masyarakat dengan pemberitaan yang benar. Dikatakan dalam teori ini, masyarakat mempunyai hak untuk memprotes media yang merugikan masyarakat, salah satunya dengan melaporkan atau memblok akun sosial media yang menyebarkan berita palsu dan menyalahi aturan/norma. Jadi, peran media, negara dan masyarakat berjalan beriringan untuk memajukan kecerdasan bangsa.

 

 

Sumber :

Lesmana, Tjipta, ”Kebebasan dan Tanggung Jawab Pers Harus Berimbang, Sinar Harapan, www.sinarharapan.co.id, 2005.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline