Sebuah berita datang dari Hongkong sebagaimana diberitakan oleh sebuah media online zenitdotorg pada tanggal 7 April 2024 lalu.
Pemerintah Cina menciptakan kekhawatiran bagi Gereja Katolik di Hong Kong setelah memberlakukan undang-undang keamanan nasional yang dapat mengganggu rahasia pengakuan dosa.
Para imam Gereja Katolik kini menghadapi tantangan baru dalam menjaga rahasia pengakuan dosa bagi umat Katolik.
Undang-undang keamanan nasional yang baru diberlakukan oleh pemerintah Cina telah memicu kekhawatiran di antara komunitas Gereja Katolik di Hong Kong.
Dalam konteks hukum baru yang menargetkan pengkhianatan, penghasutan, dan pemberontakan, para imam dapat menghadapi kesulitan dalam menjalankan tugas mereka sebagai pengakuan dosa di bawah rahasia sakramen.
Pemerintah Cina berpendapat bahwa jika seorang umat Katolik melakukan tindakan terkait protes atau kegiatan yang berkaitan dengan otoritas Hong Kong dan mengakui dosa-dosa tersebut dalam sakramen pengakuan dosa, imam-imam memiliki kewajiban untuk mengungkapkan informasi ini kepada pihak berwenang.
Namun, prinsip rahasia pengakuan dosa dalam Gereja Katolik melarang imam-imam untuk mengungkapkan apa yang mereka dengar selama pengakuan dosa, sehingga menempatkan mereka dalam dilema moral dan hukum.
Undang-undang keamanan nasional yang baru memberikan kekuasaan kepada kepolisian Hong Kong untuk melakukan intervensi terhadap imam-imam yang dianggap melanggar undang-undang tersebut.
Dalam situasi ini, para imam akan menghadapi risiko hukuman seumur hidup atau hukuman penjara hingga 20 tahun jika mereka tidak mengungkapkan pengetahuan mereka tentang tindakan-tindakan yang diakui oleh umat Katolik.
Keputusan pemerintah Cina untuk melibatkan Gereja Katolik dalam undang-undang keamanan nasional ini telah menuai kritik dari komunitas internasional dan organisasi hak asasi manusia.