Lihat ke Halaman Asli

Stefan Sikone

Mengajar di SMAN 1 Tengaran - Kab. Semarang dan Entreprenuer Bisnis Online

Mengantisipasi Potensi Terorisme & Ekstrimisme di Era Metaverse

Diperbarui: 22 September 2022   07:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Metaverse. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Penulis mulai tulisan ini dengan terminologi metaverse yang makin hari makin viral di kalangan native online sebut saja generasi  Z (kelahiran 1997-2012) dan generasi Alpha (kelahiran antara tahun 2010-2011 hingga kini).

Populernya metaverse dan menjadi sebuah konsep yang menginsipirasi para pemain bisnis teknologi tingkat tinggi setelah Mark Zuckerberg mengganti nama Facebook menjadi Meta.Apa itu Metaverse?

Metaverse berkaitan dengan inovasi baru, versi virtual reality imersif dari internet di mana orang dapat berinteraksi dengan obyek digital, bekerja, mengadakan rapat, bermain game, membeli properti, dan lain-lain melalui avatar pribadi mereka. 

Metaverse juga melibatkan augmented reality, perpaduan antara realitas virtual dan fisik, baik dengan mewakili orang dan objek dari dunia fisik ke dalam virtual dan sebaliknya dengan membawa virtual ke dalam persepsi orang tentang ruang fisik. 

Dengan mengenakan headset virtual reality atau kacamata augmented reality, orang akan dapat bersosialisasi, beribadah, dan bekerja di lingkungan di mana batas antara digital dan fisik dapat ditembus. Di metaverse, orang akan dapat menemukan makna dan memiliki pengalaman yang sejalan dengan kehidupan offline mereka.

Secara tidak kasat mata metaverse memunculkan resiko baru. Joel S. Elson,  Austin C., & Sam Hunter, ketiganya adalah  peneliti terorisme di Pusat Inovasi, Teknologi, dan Pendidikan Kontraterorisme Nasional di Omaha, Nebraska, mendeteksi adanya potensi sisi gelap dari metaverse. 

"Meskipun masih dalam pembangunan, evolusinya menjanjikan cara baru bagi para ekstremis untuk memberikan pengaruh melalui ketakutan, ancaman, dan paksaan. Ada potensi metaverse menjadi domain baru untuk aktivitas teroris."

Kedatangan metaverse akan membawa kerentanan baru, menghadirkan "peluang baru" untuk dieksploitasi. Dalam penelitiannya diidentifikasi  tiga cara metaverse akan memperumit upaya untuk melawan terorisme dan ekstremisme kekerasan.

Pertama, rekrutmen. Perekrutan dan keterlibatan online adalah ciri khas ekstremisme modern, dan metaverse mengancam untuk memperluas kapasitas ini dengan mempermudah orang untuk bertemu. 

Hari ini, seseorang yang tertarik untuk mendengar apa yang dikatakan pendiri Oath Keepers Stewart Rhodes dapat membaca artikel tentang ideologi anti-pemerintahnya atau menonton videonya di mana Ia berbicara kepada pengikutnya tentang darurat militer yang akan datang. 

Besok, dengan memadukan kecerdasan buatan dan augmented reality di metaverse, Rhodes atau asisten AI-nya akan dapat duduk di bangku taman virtual dengan sejumlah pengikut potensial dan memikat mereka dengan visi masa depan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline