Lihat ke Halaman Asli

Steeps_Maayy05

Part of AWWriters

Topeng Rasa Bencana

Diperbarui: 21 Januari 2021   22:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gema riak menghantam sukma

Seolah pandai mengikat resah
Gurau seolah bertahta
Namun, hati nestapa siapa peduli?

***

Kau tengah berdiam di pojok ruang hampa, temenung seribu bahasa tanpa gurau yang menyela. Kau bertanya pada dirimu yang tengah merapuh, apa yang sebenarnya telah terjadi pada dirimu. Kau menganggap dirimu sebuah tembok beton yang tak dapat rapuh meski dihantam badai, kau juga berkata bahwa kau adalah lautan yang tak dapat terbelah meski kau merasa muram, dan kau artikan dirimu sebagai singa yang tangguh dalam menghadapi berbagai situasi.

Tapi lihatlah dirimu sekarang! Kau seperti porselen yang mudah rapuh, kau juga seperti bubur yang dengan mudahnya tercampur ratakan dengan kotornya lumpur, dan kau seperti hujan yang dengan mudahnya menyusup ke dalam tanah yang keras, namun mampu menggenang jadi lautan asa. Tak ada periak lara yang senantiasa mengelilingi, hanya ada duka, duka, dan duka yang selalu saja menghampiri.

Di ruang hampa, kau temenung seribu bisu. Tak dapat dipungkiri, kau kalah! Kau lemah dengan dirimu, dan kau mulai membenci dirimu yang lemah. Hingga akhirnya kau berkaca dalam cerminmu seraya berkata, "Aku tembok yang berasal dari beton. Akulah pemilik kaca yang tidak mudah pecah. Dan akulah sang pemilik diri, aku berhak atas diriku! Bukan kau, atau kalian!"

Selalu saja kau rapalkan mantra itu saat kau merasa terguncang. Dan disana terdapat orang yang mengintip di balik ruang hampa yang tengah kau tempati. Ia datang kepadamu, melilitkan tangan di tubuhmu. Sampai akhirnya kau sadar, bahwa kau perlu seseorang untuk menjadi sandaran yang dapat membuatmu merasa nyaman tanpa harus merasa tertekan dengan kelamnya keadaan diluar sana.

"Ah, ceritanya keren banget sih. Maknanya menarik, jadi pengen cari yang volume keduanya, deh! Kalau ada, sih."

"Kamu mau novelnya? Sini yuk, kerumahku! Aku punya sampai volume kelimanya loh."

"Eh, beneran?"

"Iya, yuk ke rumahku! Nanti aku pinjamkan semua deh, buat kamu. Tapi jangan lupa dikembalikan, ya?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline