Lihat ke Halaman Asli

Suku Dayak, Mengelola Alam dengan Semangat Budaya

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya setengah iri setengah kagum dengan cara masyarakat Dayak mengelola alam dan lingkungannya. Rasa iri dan kagum ini muncul karena saya melihat bahwa masyarakat dayak terutama Suku Dayak Kanayatn di Kalimantan Barat bisa menggunakan perspektif budaya dalam mengelola alam dan lingkungannya. Hal ini sangat berbeda dengan masyarakat lain pada umumnya yang cenderung menggunakan perspektif bisnis.

Pengelolaan alam yang paling sederhana untuk kita amati adalah kegiatan menanam padi. Tanaman padi adalah tanaman yang sakral bagi masyarakat dayak kanayatn. Tidak heran banyak aturan adat istiadat yang harus dijalankan dalam proses menanam padi mulai dari pembukaan lahan sampai memanen.

Menanam padi akan dimulai dari tahun baru padi yang biasanya jatuh pada bulan Juni – Agustus tergantung cuaca dan hasil panen sebelumnya.Tahun baru padi adalah masa dimana ladang baru dibuka. Sebelum pembukaan ladang biasanya diawali dengan masa pantang melakukan aktifitas selama tiga hari. Pembukaan ladang diawali dengan tebas tebang lahan (Nenteng Pengawah). Kegiatan tebas tebang dilakuakn secara kelompok, mirip sistem arisan di Jawa. Budaya gotong royong masih sangat kuat. Setelah tebas tebang dilakukan maka akan dilakukan pembakaran. Hal ini dilakukan mengingat kondisi lahan yang bersifat asam (kadar pH yang rendah), pembakaran lahan akan meningkatkan kadar pH tanah sehingga tanah lebih subur. Pembakaran ladang masyarakat dayak sering dijadikan kambing hitam pencemaran udaran atau kebakaran hutan, padahal fakta di lapangan masyarakat membakar ladang hanya sebatas keperluan untuk ladang padi mereka dan tidak mungkin menyebar ke area lain. Kebakaran hutan yang sering digembar-gemborkan sebagai pencemaran udara sering kali justru dilakukan oleh investor tertentu yang punya kepentingan atas lahan atau hutan. Untuk lahan basah/sawah maka kegiatan diawali dengan persiapan tebas rumput secara berkelompok. Beberapa masyarakat sudah menggunakan bahan kimia untuk membasmi rumput.

Menanam padi ladang akan dilakukan pada bulan Agustus-September yang hampir bersamaan dengan datangnya musim hujan. Kegiatan ini dilakukan secara kelompok dan biasanya kelompok tersebut sama dengan kelompok tebas tebang. Tanam padi juga dibarengi dengan tanam jagung dan padi sawah.

Pada bulan Oktober – November masyarakat melakukan kegiatan penyiangan rumput padi ladang dan sawah. Masyarakat biasa menginap di ladang. Masa ini biasa disebut dengan istilah ngelamo (padi tumbuh). Atas peristiwa tumbuhnya padi di atas ladang atau sawah masyarakat maka akan dilakukan ucapan syukur dengan pantang melakukan aktivitas selama 3 hari.

Bulan Desember – Februari adalah bulan menunggu paneh. Biasanya masyarakat akan melakukan aktifitas lain di luar ladang. Di masa ini masyarakat akan membuat dangau atau rumah untuk menyimpan padi.

Panen pertama kali akan dilakukan pada bulan Maret – April. Kegiatan ngetam dengan ani-ani akan dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat dayak kanayatn masih tabu memanen padi menggunakan alat lain, karena menurut kepercayaan masyarakat alat selain ani-ani akan menyakiti padi sehingga masyarakat bisa terkena tulah atau kejadian yang tidak menyenangkan. Di masa ini masyarakat akan melakukan matah padi, panen padi yang akan didahului permohonan ijin kepada alam sekaligus dilakukan pantang melakukan aktifitas ladang selama 3 hari.

Bulan April-Mei akan dilakukan kegiatan naik dangau atau kegiatan memasukkan padi kedalam dangau, rumah tempat menyimpan padi. Di Kabupaten Landak, acara naik dangau dilakukan secara meriah dan besar-besaran. Acara ini seringkali menjadi kunjungan wajib wisatawan dan mass media. Setelah naik dangau akan berlanjut masa pesta perkawinan dan sunatan. Di masa ini kampung-kampung masyarakat dayak kanayatn akan dipenuhi oleh kegiatan keramaian hiburan rakyat, tentu saja namanya hiburam rakyat ada hiburan tradisonal ada juga hiburan yang lain yang sudah melebur dengan masyarakat. Kegiatan pesta ini akan berlangsung hingga bulan Juni dimana kegiatan pembukaan ladang akan dimulai lagi, tahun baru padi kembali berlangsung.

Masa-masa ini saya beberapa mendapat undangan dari masyarakat dayak Kanayatn untuk makan beras baru. Yaitu makan bersama dengan beras baru untuk pertama kali yang diikuti seluruh keluarga masyarakat dayak dalam satu rumah. Dan setiap kali diundang saya pasti diminta untuk memimpin doa, masyarakat dayak Kanayatn sangat bangga jika kita mau datang makan bersama, apalagi berdoa memintakan berkat dari Tuhan atas keberhasilan panen.

Menanam padi, bagi masyarakat dayak ternyata tidak hanya sebatas buka ladang-tanam-panen, tetapi menjadi suatu aktifitas budaya. Tanaman padi merupakan tanaman sakral masyarakat dayak, banyak masyarakat yang tidak menjual padi hasil panen mereka tetapi akan tetap disimpan sebagai bahan makanan selama satu tahun. Padi ladang masyarakat dayak terkenal enak, karena murapakan tanaman organik. Sayang sekarang lahan mereka mulai berkurang karena tuntutan bisnis investor perkebunan sawit dan hutan tanaman industri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline