Lihat ke Halaman Asli

Johanes Krisnomo

TERVERIFIKASI

Karyawan Swasta

Bersyukur, Mudahnya Jajan dan Jalan-jalan

Diperbarui: 14 Juli 2019   19:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bersyukur, Bahagianya Kakek dan Nenek. Sumber : https://pixnio.com

Mudah diucap tapi sulit dimaknai. Bersyukur, tak pernah tiba-tiba jatuh dari langit. Semirip senang, tak mungkin mampu memaknainya bila tak pernah merasakan susah. Penderitaan di masa lalu mengajarkan bagaimana kebahagiaan perlu disyukuri.

Dulu, kata yang sering terdengar membosankan di kalangan anak muda, adalah cerita. Mau apalagi, memang bukan cerita masa depan, tapi dulu yang menjadi cikal-bakalnya sekarang.

Saat anak-anak masih kecil, usia SD, ke mana-mana naik angkutan kota. Belum lagi membawa bekal, menghemat biaya makan-minum, saat berkunjung ke Alun-alun Kota untuk sekadar membuang rasa jenuh.

Pernah suatu hari, dengan menggendong anak pertama yang waktu itu berumur 4 tahun lebih, diakui 3 tahun, demi mendapatkan tiket gratis naik kereta api ke Jakarta dari Bandung. Ibunya pun tak ikut, karena hemat biaya.

Dulu, penderitaan dirasakan pahit, apalagi melihat kawan-kawan dan tetangga yang lebih mampu dan sukses.

Dikarenakan waktu itu harus fokus, lebih penting memiliki rumah, meski cicilan, dan juga sekolah dan kuliah yang berbiaya lebih, pastinya biaya-biaya sekunder seperti jajan dan jalan-jalan terkurangi.

Bersyukur, Bahagianya Nenek dan Cucu. Sumber : https://www.redwallpapers.com

Bersyukur, Bahagianya Kakek dan Cucu. Sumber : https://www.photocase.com

Bersyukur, Bahagianya Kakek dan Nenek. Sumber : https://pixabay.com

Ketika saatnya tiba, anak-anak telah mandiri dan menyelesaikan tugas utamanya yaitu belajar, semua derita tinggal kenangan. Kini jajan dan jalan-jalan tak menjadi masalah, kendaraan tak lagi beroda dua, tinggal menikmati betapa kebahagiaan yang ada perlu disyukuri.

Trenyuhnya hati, memahami penderitaan orang lain, ketika bicara dengan alasan tak bisa makan, ingatan masa lalu terngiang.

Dulu, saat masih kuliah di Kota Bandung, merantau dari kota lain yang berjarak, sempat jual selimut karena kiriman uang terlambat datang. Dinginnya tidur tanpa selimut, samar-samar terkadang masih terasa hingga kini, di alam bawah sadar. Kembali lagi, perasaan bersyukur menguat karena mampu memenangi perasaan tak puas yang hinggap sewaktu-waktu.

Simpulnya, penderitaan itu bagian dari kehidupan manusia. Bersyukur bahwa manusia diberikan kesempatan oleh-Nya untuk menikmati semua derita, agar mampu memaknai kebahagian yang kelak diberikan.

Berbahagialah kita yang mampu merasakan arti bersyukur yang sesungguhnya. Sejatinya rasa bersyukur telah melalui tahap-tahap proses panjang dalam suka dan duka, yang lebih bermakna dalam.

Bandung, 14 Juli 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline