Penasaran! Kebanyakan tukang cukur asalnya Garut. Ada tanya ketika berkesempatan cukur sama Mas Hilman (29 thn), Rapih, di Jalan Kalidam, Kota Cimahi, Senin (12/03/18).
Anak ke 2 dari 4 bersaudara, bapak dan paman-paman atau saudara se-kampungnya hampir semuanya tukang cukur. Dia pun, menurut ceritanya sejak SD sudah bisa mencukur dengan objek sesama teman. Saling cukur. Istilahnya tak ada cukur berbayar.
Maka dari itu, terobsesi hebatnya profesi tukang cukur, akhir kata malas-lah belajar, tak mau lanjut ke jenjang SMA. Tahun 2004, merantau ke Kota Cimahi, mengikuti jejak kakaknya sebagai tukang cukur.
Agak aneh juga, saat ditanyakan bagi para wanita-nya, apakah ada yang berprofesi sebagai tukang cukur. Jawabnya tidak. Bisa saja kerja di tukang salon, potong dan perawatan rambut, wajah dan badan seperti yang diinginkan para wanita jaman kini. Kebanyakan wanita di kampungnya kerja di kebun atau merawat anak dan suami.
Adik terkecilnya nya juga bercita-cita jadi tukang cukur, meski masih kelas 2 SMP. Kecuali adik ketiganya, yang terbebas karena wanita, ikut suaminya yang juga tukang cukur.
Hebatnya, profesi tukang cukur. Mas Hilman, setelah merintis 13 tahun, saat ini berhasil mendapatkan penghasilan dalam kurun nilai 5 sampai 10 juta rupiah, bahkan bisa lebih di saat hari-hari besar.
Sederhana saja, cita-cita terbentuk dari kentalnya profesi di lingkungannya. Bahkan katanya, saat berlibur ke Jakarta, dan beberapa kota besar lainnya, ternyata saudara-saudaranya juga tukang cukur.
Cukup terjamin kehidupannya kelak, khusus untuk keluarga kecilnya, satu anak umur 3 tahun. Dan yang pasti anaknya tak lagi melanjutkan profesi sebagai tukang cukur, karena perempuan!
Cimahi, 13 Maret 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H