Tragis. Ikan Paus itu terdampar di pantai Pulau Sotra, Norwegia. Tak ingin sekarat berlama-lama, akhirnya terpaksa dilakukan eutanasia. Ditemukan 30 kantung plastik dan sampah plastik lainnya dalam perutnya.
Keputusan euthanasia diambil setelah peneliti mendapati paus malnutrisi tersebut berulang kali terdampar di pantai Pulau Sotra, Norwegia. Seperti dipaparkan Terje Lislevand, ahli hewan University of Bergen, salah satu peneliti yang terlibat dalam otopsi, seperti dikutip dari Iflscience, Senin(06/02/17).
Bicara tentang sampah plastik di laut. Indonesia gawat darurat. Hasil riset Jenna Jambeck, peneliti dari Universitas Georgia, Amerika Serikat, yang dipublikasi pada 2015, Indonesia di peringkat kedua setelah China.
Sampah plastik di Iautan Indonesia, berbentuk makro, mikro dan nano. Jika sampah plastik makro bisa dilihat kasatmata, plastik mikro ukuran diameter kurang dari 5 milimeter (mm) atau sebesar biji wijen sampai 330 mikron (0,33 mm). Plastik nano berukuran lebih kecil dari 330 mikron.
Heru Waluyo, mantan Direktur Pencemaran Laut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan bahwa pencemaran sampah plastik, terutama mikro dan nano, bisa masuk rantai makanan di laut dan masuk tubuh manusia jika makan ikan tercemar. Oleh karenanya sangat tepat bila Lautku Bebas Sampah: Cegah Mengalir Sampai Jauh, tetap konsisten menjadi target pencapaian.
Selain itu, riset bersama Universitas Hasanuddin dan University of California Davis (2014 dan 2015) menemukan bahwa ada cemaran plastik mikro dalam pencernaan ikan dan kerang yang dijual di tempat pelelangan ikan terbesar di Makassar, Sulawesi Selatan.
Hasil riset dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional, Nature, September 2015. "Sepertiga sampel atau 28 persennya mengandung plastik mikro," kata Guru Besar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Akbar Tahir, anggota tim peneliti.
Dijelaskan lebih lanjut, Raja Ali Haji Riau Agung Dhamar Syakti, Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim bahwa sampah plastik di perairan laut bisa melepas senyawa kimia beracun seperti nonylphenols. Plastik mikro mudah mengikat bahan pencemar beracun, seperti pestisida dan aneka jenis logam berat. Bahan pencemar itu memicu kanker (karsinogenik), mutasi genetik, dan merusak embrio.
Sampah laut, atau sampah plastik khususnya, lebih banyak berasal dari daratan. Dalam hal ini sungai-sungai yang tercemar sampah akibat kurang pedulinya perilaku buang sampah di masyarakat.
"Keadaan sangat mengkhawatirkan, dimana ekosistem dan biota pantai rusak akibat sampah, sampah laut 80 persen berasal dari daratan," kata Kabid Kelautan dan Perikanan DPPKP Kota Cirebon, Erythrina Oktiani di Cirebon, Kamis (26/10/17). Sumber : Antara News/Kompas.
Menurutnya sampah di daratan tidak semuanya bisa dikelola, sehingga masuk ke aliran sungai yang bermuara ke laut. Tak berlebihan bila dikatakan bahwa seharusnya Lautku Bebas Sampah : Cegah Mengalir Sampai Jauh, tetap tertanam dalam benak sanubari setiap anggota masyarakat.