Lelah itu telah sirna. Menguap di tengah teriknya sinar matahari yang rakus melingkupi tubuh.
Tepatnya di jantung Kota Semarang. Bahkan hauspun sempat tertunda, terkesima memandang warna-warni di perbukitan yang semula gersang dan kumuh.
Menuntaskan rasa ingin tahu, Kampung Pelangi memang sudah mendunia. Tepatnya di Jalan Dr. Sutomo, tak jauh dari Tugu Muda, di Kampung Wonosari, Kelurahan Randusari.
Memasuki kawasan Kampung Pelangi, Selasa (14/11/17), ada Pasar Bunga, ceria dan tertata rapi dalam kios-kios bangunan permanen, memanjang berlantai dua.
Kampung Pelangi yang diresmikan oleh Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, 18 Mei 2017, bagaikan magnit, menarik banyak wisatawan lokal maupun mancanegara, meskipun belum tuntas penataannya. Tanpa biaya alias gratis, tak ada loket khusus, hanya sekadar bayar parkir.
Ada wajah optimis dan ceria, ketika jumpa beberapa orang yang tinggal di sana. Habis gelap terbitlah terang, layaknya.
"Kampung Pelangi, membuat semangat dan senang. Warung Soto lebih banyak pembeli," kata Bu Darti (50 thn), penjual Soto Ayam Pak Tarji, sejak 1980, ketika dimintai kesan-kesannya.
Lingkungan yang dulu kumuh, berubah total. Mereka pun merawat dan mempercantik sarana dan prasarana miliknya. Tak ada beban biaya, perbaikan dan pengecatan rumah semua ditanggung Pemerintah Kota (Pemkot).
Sejalan dengan melajunya waktu, daya tarik Kampung Pelangi tak dibiarkannya pudar. Kurang greget dan daya tarik, bila hanya potret memotret saja di latar belakang warna-warninya.
Kampung Pelangi menggeliat dan bebenah diri, fisik maupun psikis. Beberapa program telah disiapkan secara matang, sesuai arahan Pemkot - Kota Semarang.
Ke depannya, Kampung Pelangi bukan sekadar destinasi dengan acara keliling kampung dan berfoto-foto. Harus ada sesuatu, sarana maupun prasarana yang lebih memadai.
Saluran air, jalan-jalan, toilet dan warung-warung makan milik penduduk dapat lebih ditata dan dijamin kebersihannya. Bahkan, pertunjukkan kesenian pun harus sesekali dan pasti.