Lihat ke Halaman Asli

STAI Al Furqan Makassar

Islamic Reformer Generation

Maulid, Momentum Menjadi Hamba Non-Amatiran

Diperbarui: 9 Oktober 2022   14:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: Dokpri/STAI AL-FURQAN INFO

Oleh: Dr. Muhammad Tang, M. S.I
(Direktur Pascasarjana STAI Al-Furqan Makassar)
~~~
Sebagai umat Muslim di Indonesia, dari sekian semester berlalu, entah-gerangan sampai kapan perdebatan atau dalam taraf yang paling dingin, persinggungan tentang perayaan maulid dan mauludan terus berlanjut. Apa tidak bosan?. 

Dari kian angkatan generasi muslim, baik yang baru mematangkan dirinya ber-"Islam" sampai yang telah mafhum mendaras dalil. 

Fanatisme dari dua sisi--dua bilah--dua ruang, berbeda (mungkin) akan terus "berlomba" dan "bergejolak" dalam konsep-konsep serta argumentasi sejauh pemahaman perayaan Maulid mereka yang mengitarinya. 

Sebagai akademisi, dalam catatan ini. Tentunya kaca mata dan tatap saya memandangnya, berduduk dalam alasan-alasan ilmiah. 

Bahasa walada-yalidu yang menjadi akar pemaknaan 'kelahiran' baginda Nabi Muhammad SAW, berharmoni dengan syiar dan syair sholawat (barazanji, burdah), berdekapan dalam arif serta nilai budi lokal. Terwujudlah "Mammaudu' ".

Tepat pada halaman 292 dalam kitab (Hawi Lil Fatawi), telah terang dijelaskan. Penguasa Kota Irbil yaitu Mudzoffar Abu Said Kaukabari bin Zainuddin, salah seorang raja dermawan dan terpuji di masanya, menjadi orang pertama yang merayakan (dalam pengertian meriah) peringatan maulid nabi Muhammad SAW. Ibnu Katsir pun meyakinkan bahwa Mudzoffar Abu Said "Melaksanakan maulid pada Rabiul Awal dan memperingatinya dengan meriah. Ia sosok yang santun, pemberani, cerdik, dan adil. Semoga Allah merahmati beliau."

Dari segi pandangan ulama yang menjelaskan maulid dapat dilihat, pada Imam Jalaluddin As-Suyuthi ( halaman 251-252). "Hukum asal maulid Nabi yang mana di dalamnya terdapat orang yang membaca ayat suci al-Qur'an dan hadits Nabi tentang pengarai Rasulullah, begitu juga ayat yang ada hubungan dengan kisah kenabiannya. Dilanjutkan dengan acara ramah tamah, lalu bubar tidak lebih dari itu. Maka, itu adalah bid'ah hasanah dan pelakunya mendapat pahala."

Semakin diperjelas dan diperterang oleh Ibnu Taimiah (Sirah Halabiah Juz I, halaman 84-85) dan Sayyid Zaini Dahlan (Addurarus Saniyah, halaman 190). 

"Memuliakan hari kelahiran dan menjadikannya sebagai ritual musiman telah dikerjakan oleh sebagian orang. dan menjadikannya mendapat pahala yang sangat agung karena bagusnya tujuan dan memuliakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salllam."

"Merasa senang pada hari kelahiran Nabi termasuk sebagian cara penghormatan kepada beliau."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline