Lihat ke Halaman Asli

Tomson Sabungan Silalahi

Seorang Pembelajar!

Nasibnya adalah Harapan

Diperbarui: 7 Juli 2016   01:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya tidak tahu siapa orangtuaku, saya diadopsi keluarga ini semasa kanak-kanakku. Jadi, jangan bilang aku anak durhaka karena tidak mengenal orangtuaku! Bukan aku tidak ingin mencari orangtua kandungku, mungkin kalian mengira aku sudah terlalu nyaman dalam asuhan keluarga ini, makan selalu tepat waktu, kalau perut terasa sakit tanda lapar, saya tinggal merengek dan kalau makanan datang terlalu lama aku biasanya tinggal menjerit, makanan sudah langsung datang menghampiriku, dibawakan oleh ibu asuhku.

Seperti wanita normal lainnya, saya mulai mengalami masa pubertas. Saya pernah dengar sekali, ketika putri tetanggaku lagi bercengkerama di samping kamarku bersama dengan teman sekelasnya tentang pubertas, mungkin itu mereka pelajari di sekolah mereka. Kebiasaanku adalah nguping pembicaraan orang, katanya sih tidak baik, tapi daripada aku hanya bingung sendiri?

Mengenai pubertas, yang aku dengar, katanya kalau pada masa pubertas kita sering bermimpi tentang seseorang yang kita sukai, sering berkhayal jalan berduaan dengannya, sering senyum-senyum sendiri, tidak jarang katanya jadi narsis sendiri, ya, itu lah istilahnya.

Tapi, hari-hariku jadi terasa membosankan, aku, oleh ibu pengasuhku tidak diberi keluar kamar, katanya nanti bisa-bisa dijagal, takutlah aku. Aku hanya bisa menanti, tentu saja dalam penantianku ini ada harapan besar yang menaungiku.

Dalam harapan-harapan hidupku ini, aku selalu berdoa semoga jodohku nanti adalah yang gagah perkasa, berbulu lebat, katanya kalau berbulu lebat kelihatan macho, aku sih belum pernah lihat, terus… pengertian so pasti, berkepribadian, eh tunggu dulu, bukan yang punya mobil pribadi atau rumah pribadi, itu sih gak penting untukku, xixixi, kayaknya lebih romantis kalau kita berdua jalan berdampingan, oh ya, aku ingat katanya je je es itu asyik, jalan jalan sore loh, apalagi ditemani lembayung sutra. Mudah-mudahan nanti dia bisa menjagaku kalau nanti aku sudah keluar dari kamar ini tentu saja setelah dipinangnya, agar aku tidak dijagal, entah kenapa, aku takut sekali dijagal, mencertitakannya saja sudah ngeri.

Malam ini, penuh bintang, semoga ada yang jatuh, kudengar bahwa kalau sedang jatuh bintang kemudian kita memanjatkan harapan kita, pasti akan segera terkabul, sepuluh menit, dua puluh, tiga puluh, satu jam, sampai tengah malam, langit semakin terang bercahaya, indah sekali. Belum ada bintang yang jatuh. Aku mulai rebah lagi, ah siapa tahu sebentar lagi, setengah malas kutilik langit di atas. Akhirnya, tidak ada juga. Kuputuskan untuk tidur saja, berharap besok malam langit akan penuh dengan bintang lagi dan ada satu bintang yang jatuh. Sebelum tidur, aku sempat bertanya dalam hati, kira-kira besok sarapan apa, mudah-mudahan tidak seperti hari-hari sebelumnya, menunya itu-itu saja, agaknya ibu pengasuhku kurang pandai memasak.

Sepertinya aku tidur terlalu nyenyak, tidak seperti hari-hari yang lewat, sekarang aku terlambat bangun. Sarapan sudah di sampingku, masih hangat, thanks God, you are so good. Aku melahapnya dengan sedikit terburu-buru, yah… kebiasaanku memang begitu, makanya ibu pengasuhku senang menyaksikanku kalau sedang menyantap makanan yang disuguhkannya padaku, kadang, punggunggku sambil dielus-elusnya, senang rasanya kalau sudah dielus serasa aku bukan anak pungutnya. Tapi, kali ini dia tidak sedang menyaksikanku, dia sudah pergi, entah ke mana, kalau pagi-pagi begini biasanya bajunya selalu rapi. Jangan Tanya ke mana, aku tidak bisa menjawabmu.

Akhirnya, semua sarapanku ludes, tak bersisa, bersih, tinggal piring besarku yang tinggal, kenyang sudah. Oh…ow…ow…, mungkin karena inilah ibu pengasuhku, akh, kenapa harus ibu pengasuh, dia kan sudah terlalu baik, sekarang saya mau menyebutnya ibu kandung, kita ulang yah. Oh…ow…ow…, mungkin karena inilah ibu kandungku tidak pernah mengganti menu sarapan pagiku, karena aku selalu menghabiskannya tanpa sisa sedikitpun, mungkin dikiranya bahwa menu itu adalah menu favoritku. Yah…, bisa saja seperti itu, kenapa baru terpikrikan yah? Bodonya aku. Hmm…, besok aku akan menyisihkan sedikit sarapanku, atau, aha…, menu makan siangku saja kusisakan!

Setelah sarapan, biasanya aku bingung lagi mau berbuat apa. Tiba-tiba suara Iis Dahlia melambai-lambai di telingaku yang agak lebar ini, tiba-tiba suara si Christian Bautista terdengar samar-samar di telingaku, the way you look at me…,sedikit kesal sih gelombangnya diganti, tidak tahu siapa yang mengganti, mungkin anaknya, tapi tidak apa-apa, lagunya romantis abis. Romantis, setidaknya itulah yang kudengar dari anak-anak yang kebetulan ngerumpi di samping kamarku.

Kudengar langkah ibuku, dia membawa makan siangku, wah…, tiba-tiba jadi lapar sekali, mencium baunya saja air liurku mulai berjatuhan, masih menu sebelum-sebelumnya tapi tetap saja menggiurkan. Langsung saja kusantap, eits…, kuingat akan rencanaku tadi pagi, aku akan menyisahkan sedikit, kemudian kusisakan sedikit, mungkin menunya akan berganti setelah ini kulakukan.

Melewati hari-hari dengan sisa makanan di sampingku berat juga, menunggu malam tiba, sebelum makan malam aku mulai tergoda dengan sisa makananku tadi siang. Makan tidak yah? Air liurku berjatuhan lagi, waduh…, ampun, kagak nahan, makan saja ah, tersiksa sekali, cita-citaku itu kuurungkan saja, ibu sudah begitu baik merawatku, kenapa aku harus minta yang macam-macam lagi, aku tidak mau menyusahkan ibuku dengan permintaanku yang bukan-bukan ini, lagian bukannya makananku selama ini juga begitu lezat? Yah, biarlah ku syukuri apa adanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline