Orang Muda Katolik (OMK) sebagai bagian dari generasi milenial menghadapi tantangan hidup dunia masa kini, yang tengah berpusar-pusar dalam arus deras modernitas, serba digital, serba maya, kehidupan tanpa batas, juga dunia yang masih dibayangi oleh konflik-konflik multikultural. Bagaimana orang-orang-orang muda bergumul, terlibat menakhlukkan tantangan tersebut dan bagaimana orang dewasa menemaninya?
OMK Paraoki St. Thomas Rasul Bedono Keuskupan Agung Semarang membagikan refleksinya melalui penampilan sendratari kolosal bertajuk "Noah - The Calling of Prophecy" pada festival akhir rangkaian Asian Youth Day (AYD 2017) yang diadakan pada pada tanggal 5 Agustus di Jogja Expo Center Yogyakarta.
Asian Youth Day (AYD) atau hari orang muda Asia adalah perjumpaan Orang Muda Katolik (OMK) se-Asia. Peserta AYD adalah OMK perwakilan dari Negara di Asia. Acara AYD dibagi menjadi 2 kegiatan, yaitu: (1). Days in Dioceses, 30 Juli - 2 Agustus, peserta mengadakan 'live-in' di 11 Keuskupan di Indonesia, untuk belajar sekaligus berbagi pengalaman dengan masyarakat Indonesia. (2). Days in AYD's Venue 2-6 Agustus, semua peserta berkumpul di JEC Yogyakarta untuk sharing, refleksi, devosi, ekaristi, workshop dan festival. Tema AYD kali ini adalah Joyful Asian Youth! Living the Gospel in Multicultural Asia.
Pementasan sendratari kolosal pada acara penutupan festival melibatkan 100 penari, 50 pemusik dan 25 penyanyi paduan suara, disutradarai oleh Romo Patricius Hartono Pr., dengan penata musik Albertus Dwiono. Pertunjukan ini juga didukung oleh keluarga besar SMA Sedes Sapientie Bedono.
Melalui harmonisasi kekayaan keragaman budaya nusantara berupa gerak tari, lagu, musik dan kostum, kisah panggilan Nuh untuk menyelamatkan alam raya dinarasikan.
Babak pertama - tarian agung gemulai air bening mengitari cengkrama tetumbuhan, hewan dan para petani, menggambarkan keadaan harmonis pada awal penciptaan. Semua indah dan baik adanya, hidup berdampingan saling mengasihi.
Babak kedua - manusia bertopeng 'buto' menghentak-hentak menyeruak masuk mengobrak-abrik harmoni. Ini menggambarkan kesombongan dan keserakahan hidup manusia yang menyebabkan kerusakan alam dan hilangnya hubungan baik antara manusia dengan ciptaan yang lain.
Babak ketiga - panggilan kenabian Nuh untuk menyelamatkan kerusakan. Tarian air dengan alunan tembang Tak Lelo Lelo Ledungibarat tangan ibu yang merengkuh dan menentramkan Nuh dalam kebingungannya. Ini menggambarkan kasih Tuhan yang menyelamatkan. Kesadaran akan kasih Tuhan ini menuntun Nuh untuk ikut berperan mengasihi dan menyelamatkan sesama ciptaan.
Babak keempat - membangun bahtera, mencari dan menyelamatkan makhluk-makhluk yang terancam hilang oleh ganasnya air bah. Tarian bambu dengan hentakan musik dan alunan lagu gegap gempita Yamko Rambe Yamko membentuk formasi bahtera besar yang menampung aneka tumbuhan, hewan dan manusia. Ini menggambarkan bagaimana kita hendaknya berperan membangun rakit-rakit solidaritas, menjalin kembali hubungan-hubungan yang retas untuk menyelamatkan yang terhilang dan merengkuh yang termarjinalkan.
Kisah diatas, mengajak para hadirin, wakil Orang Muda Katolik se-Asia untuk merefleksikan tentang kehiduapn masa kini dengan berbagai tantangannya. Pesan kasih dan penghargaan terhadap seluruh ciptaan mengajak tiap individu untuk dapat menjaga diri agar tak ikut hanyut dalam pusaran dampak negatif banjir bandang perubahan dunia dan bagaimana dapat mengembangkan kepekaan dan solidaritas sosial agar dapat berperan aktif dalam membangun jaring-jaring keselamatan bagi keutuhan dan harmoni semua ciptaan.
Derasnya arus kemajuan jaman, selain membawa berbagai kemudahan hidup, juga ada dampak yang cukup mengkawatirkan. Teknologi yang serba digital dan maya di sisi yang lain telah berperan menjauhkan anak-anak dari realitas kehidupan, merenggut cinta dan hubungan-hubungan, serta menjadi sarana mudah bagi tersebarnya berbagai kejahatan. Tata kehidupan dunia yang eksploitatif, juga telah menyebabkan berbagai konflik perebutan sumber daya dan kerusakan alam, yang berdampak langsung pada kelompok rentan salah satunya anak-anak. Belum lagi kehidupan yang multikultural, di satu sisi menjadi kekayaan, namun di sisi yang lain dapat memicu perpecahan bila tak dikelola dengan baik.