"Inilah mengapa saya menyukai kritikan2 semisal Kak Farid Wajdi. Beliau selalu menyampaikan dengan bahasa yang sesantun mungkin walau saya dan Beliau bersebrangan dalam penilaian terhadap sesuatu. Bukankah kita juga akan “legowo”, lapang dada jika menerima komentar kritikan yang didahului oleh kata maaf?. Atau sudah semahal itukah kata maaf untuk kita beli?".
DEAR DEWA GILANG, KAPAN Y KAK FARID BERBICARA SEPERTI YANG ANDA TULIS DI ATAS. ANDA INI TERLALU MENDRAMATISIR TULISAN YANG ANDA BUAT.
DI DALAM TULISAN ANDA YANG BERJUDUL "Djohar...Oh Djohar, Nasibmu Bak Gusdur". KAK FARID HANYA BERBICARA SEPERTI INI.......
"Mas Dewa ini kayaknya sudah punya feeling Pak Djohar bakalan turun. Ayo dong, optimis"!!!
DEWA GILANG,MENGAPA ANDA SEPERTI INI????? UNTUK APA ANDA MENGADA-ADA?????
http://olahraga.kompasiana.com/bola/2012/05/08/djoharoh-djohar-nasibmu-bak-gusdur/
INI ADALAH KOMENTAR SAYA DAN DEWA GILANG DI ARTIKEL DEWA GILANG YANG BERJUDUL "DJOHAR...OH DJOHAR, NASIBMU BAK GUSDUR". LALU SAYA MENGATAKAN.......
#DEWA GILANG,JANGAN PERNAH ANDA MENYAMAKAN PRESIDEN ABDURAHMAN WAHID DENGAN SESEORANG YANG BERNAMA JOHAR ARIFIN HUSEIN!!
ANDA LIHAT TULISAN JUSTIN!!!!!!
DEWA GILANG!!!!!OTAK ANDA INI ADA DIMANA BERANI-BERANINYA MENYAMAKAN PRESIDEN ABDURAHMAN WAHID DENGAN SESEORANG YANG BERNAMA JOHAR ARIFIN HUSEIN!!!!!!!
#Bung ga usah emosi kayak gitu, cermati dulu artikel saya. Saya menyamakan Beliau dengan Djohar dari segi apa dulu. Kalo dari segi pemikiran, mana saya berani. Bagi saya Gusdur tuh lebih dari bapak bangsa. Saya mencermati pemikiran Beliau dari umur 9 tahun sewaktu orang tua saya mengenalkan pemikiran Beliau kepada saya. Kini di saat umur saya 15 tahun saya tetap konsisten dengan ide2 Beliau tentang plurarisme.
Bahkan orang tua saya adalah pengagum Gusdur sejati, silahkan bila Bung berkunjung ke gubuk ortu saya, maka bung tak akan menemukan cuma ada satu foto yang terpajang di bilik, yaitu Gusdur.
Saya yakin Bung yang demikian emosinya tidak mengenal Gusdur sebagaimana saya mengenal Beliau. Bila Bung mengaku Gusdurian, lalu kenapa mencak2 pake emosi segala. Dan saya yakin Bung tak sejati mencintai Beliau sebagaimana ortu saya demikian patuhnya kepada Gusdur, sehingga sampai detik ini pun ortu saya memilih Golput, hanya pada waktu Gusdur menjadi petinggi partai lah Beliau mencoblos.
Salam hangat dari Gusdurian Bung.