Dalam beberapa tahun terakhir, tepung mocaf muncul sebagai alternatif menarik untuk tepung terigu di dunia kuliner sebagai bahan baku dari berbagai macam produk olahan. Hal ini dipengaruhi dengan meningkatnya kesadaran akan kesehatan dan adanya kebutuhan diet khusus, banyak orang mulai beralih dari tepung terigu ke tepung mocaf yang bebas gluten dan ramah lingkungan. Namun, persaingan antara tepung mocaf dan tepung terigu masih terus berlanjut. Bagaimana tepung mocaf dapat bersaing dengan tepung terigu yang sudah lama mendominasi pasar?
Tepung terigu, yang terbuat dari gandum, telah menjadi bahan pokok dalam berbagai resep selama berabad-abad. Sifatnya yang serbaguna membuatnya sangat populer di berbagai kalangan, mulai dari untuk makanan rumahan, pembuat roti hingga produsen makanan olahan. Namun, tingginya kadar gluten dan alergen dalam tepung terigu menjadikannya kurang ideal bagi sebagian orang. Di sinilah tepung mocaf muncul sebagai pesaing kuat.
Tepung mocaf, yang terbuat dari singkong yang telah difermentasi, menawarkan sejumlah manfaat yang tidak dimiliki oleh tepung terigu. Bebas gluten, kaya serat, dan memiliki indeks glikemik yang lebih rendah, tepung mocaf menjadi pilihan yang lebih sehat bagi mereka yang memiliki intoleransi gluten, diabetes, atau sekadar ingin menjaga pola makan yang lebih sehat.
Selain manfaat kesehatannya, tepung mocaf juga memiliki dampak positif terhadap lingkungan dan perekonomian lokal. Produksi tepung mocaf memerlukan lebih sedikit air dan pestisida dibandingkan dengan gandum, menjadikannya pilihan yang lebih berkelanjutan. Selain itu, dengan memberdayakan petani lokal untuk menanam singkong, tepung mocaf membantu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan komunitas setempat.
Penelitian mengenai tepung mocaf ini pertama kali dilakukan pada tahun 2004 oleh para peneliti dari Universitas Jember sebagai respons terhadap krisis pangan yang disebabkan oleh cuaca ekstrem dan pemanasan global yang juga berdampak pada Indonesia, dan pada tahun 2011 penelitian ini telah mencapai tahap uji coba konsumsi.
Achmad Subagio, dosen dan guru besar di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember, adalah tokoh di balik penemuan beras cerdas ini. Subagio, alumnus ilmu teknologi pangan dari Osaka Perfecture University, telah lama memperhatikan bahwa tepung singkong dianggap inferior dan identik dengan kemiskinan.
Namun, permasalahan saat ini adalah bagaimana tepung mocaf dapat bersaing dengan tepung terigu yang saat ini eksistensinya sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Meskipun ada kebutuhan dan kesadaran kesehatan mengenai tepung mocaf yang lebih sehat daripada tepung terigu dan harga yang lebih murah dibandingkan tepung pada umumnya karena bahan baku singkong lokal yang melimpah, banyak dari masyarakat kita yang lebih memperhatikan mengenai kemudahan dan efisiensi terhadap pengolahan tepung ini sebagai bahan baku produk olahan dibandingkan hal-hal tersebut di atas.
Faktanya, saat ini tepung terigu tidaklah sulit untuk ditemukan di pasaran, bahkan jika sekedar dicari di warung dekat rumah pun dapat ditemukan. Berbeda dengan tepung mocaf yang pemasarannya belum seluas itu, kebanyakan masyarakat kita terkhususnya yang awam terhadap eksistensi mocaf ini tentu tidak akan mau bersusah-susah untuk mencari tepung mocaf di supermarket atau di e-commerce jika hanya untuk kebutuhan membuat makanan rumahan dan kemungkinan besar yang menggunakan tepung mocaf sebagai bahan baku olahan makanan adalah produsen-produsen dari pembuat produk olahan tepung mocaf yang memang kuantitas yang diproduksi tidak sedikit.
Meskipun sebenarnya harga dari tepung mocaf ini cenderung lebih murah dibandingkan tepung terigu dikarenakan melimpahnya bahan baku singkong, tetapi harga dari singkong itu sendiri cenderung tidak stabil sehingga berpengaruh terhadap produk yang dijual di pasaran. Sehingga, produsen serta distributor harus pintar-pintar dalam mengelola harga yang akan diberikan kepada konsumen.
Menyadari masih adanya hal-hal yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan mengenai eksistensi dari tepung mocaf ini untuk dapat bersaing di pasar luas, pemerintah seharusnya bisa ikut andil dalam hal ini. Dengan meningkatkan awareness dimulai dari pimpinan teratas sehingga masyarakat dapat melihat kepedulian dan adanya eksistensi tepung mocaf ini.
Saya saat ini sedang menjalankan KKN di desa Sindangsuka, Kec. Cibatu, Garut, Jawa Barat yang mendapatkan penghargaan juara 3 sebagai desa brilian. Tema yang didapat untuk kelompok KKN saya adalah mengenai ekonomi kreatif yang bisa dilakukan berbasis tepung mocaf. Selama minggu pertama melakukan observasi mengenai bagaimana kami bisa menggali potensi ekonomi dari pengolahan tepung mocaf ini, saya menemukan bahwa sebenarnya memang diperlukan awareness dari penghuni desa ini atas potensi alam yang dihasilkan serta perangkat desa bisa menyediakan kebutuhan teknologi untuk mengubah tanaman singkong ini menjadi tepung mocaf.