Sepi . . . . . Malam ini begitu ;engang dan diam Cahaya dewi malam yang selalu tersenyum Kini membisu di balik pekat Serangga yang biasa bercerita rindu Kini hanyut dalam gelora rindu tak berujung Ya . . . . . . Selalu hadir ketika lembayung merah tembaga mencari tepi Malam beku . . . . Tahukah kau betapa aku selalu merindu ? Kerinduan yang tak sempat ku katakan pada angin Kerinduan yang mengharu biru Kerinduan yang mengalahkan rinduku akan hujan di masa kecilku Malam beku . . . . Ini adalah tahun pertama aku kehilangan dia Dia terbang mencari pelabuhan berdermaga emas Semula aku sempat oleng bagai kapal tanpa nakhoda Di tengah ketenangan gelombang dia datang dengan sejuta senyuman Malam beku . . . . Dia telah banyak mengajarkanku arti hidup Mengajari aku bagaimana tersenyum pada hujan kala malam Bagaimana tersenyum jika bulan tertutup awan Dan . . . . . Dia mengajari aku bagaimana jika kita tiba di ujung sepi Malam beku . . . . Tak perlu jika aku harus menangis Tak pantas jika aku harus mencari Bukankah engkau telah datang kepadaku? Malam beku . . . . Bawa aku terbang ke langit malam Ajak aku menari bersama bias bulan Dekap aku sehangat langit tujuh bidadari Jangan biarkan aku menangis karena bulan tertutup mendung Malam beku . . . . . Ajari aku melukis indahnya wajah malam di bias fajar Atau . . . . . ??? Ijinkan aku melukis wajahmu di sudut bibirku Karena cinta telah datang dan bersimpuh di bilik hatiku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H