Lihat ke Halaman Asli

Pada Malam Dingin Nan Beku

Diperbarui: 24 Juni 2015   15:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

136479038996371058

Sepi . . . . . Malam ini begitu ;engang dan diam Cahaya dewi malam yang selalu tersenyum Kini membisu di balik pekat Serangga yang biasa bercerita rindu Kini hanyut dalam gelora rindu tak berujung Ya . . . . . . Selalu hadir ketika lembayung merah tembaga mencari tepi Malam beku   . . . . Tahukah kau betapa aku selalu merindu ? Kerinduan yang tak sempat ku katakan pada angin Kerinduan yang mengharu biru Kerinduan yang mengalahkan  rinduku akan hujan di masa kecilku Malam beku  . . . . Ini adalah tahun pertama aku kehilangan dia Dia terbang mencari pelabuhan berdermaga emas Semula aku sempat oleng bagai kapal tanpa nakhoda Di tengah ketenangan gelombang dia datang dengan sejuta senyuman Malam beku . . .  . Dia telah banyak mengajarkanku arti hidup Mengajari aku bagaimana tersenyum pada hujan kala malam Bagaimana tersenyum jika bulan tertutup awan Dan . . . . . Dia mengajari aku bagaimana jika kita tiba di ujung sepi Malam beku . . . . Tak perlu jika aku harus menangis Tak pantas jika aku harus mencari Bukankah engkau telah datang kepadaku? Malam beku . . . . Bawa aku terbang ke langit malam Ajak aku menari bersama bias bulan Dekap  aku sehangat langit tujuh bidadari Jangan biarkan aku menangis karena bulan tertutup mendung Malam beku . . . . . Ajari aku melukis indahnya wajah malam di bias fajar Atau . . . . . ??? Ijinkan aku melukis wajahmu di sudut bibirku Karena cinta telah datang dan bersimpuh di bilik hatiku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline