Berdasarkan hasil penelitian dari PISA (Program for International Student Assessment) yang dirilis tahun 2019, pada tahun 2018 tingkat literasi Indonesia berada di urutan terakhir yaitu 69 dari 77 negara.
PISA adalah program internasional yang diselenggarakan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) untuk mengukur kemampuan peserta didik pada rentang usia 15 tahun. Program ini memiliki tiga objek penilaian yaitu literasi sains, literasi matematika dan membaca. PISA diadakan pertama kali tahun 2000 dan diselenggarakan setiap tiga tahun sekali dari beberapa negara salah satunya Indonesia.
Berbagai respon masyarakat menanggapi hasil skor Indonesia. Ada yang sangat menyayangkan angka itu, meragukan fakta tersebut dan menjadikan skor rendah untuk menambah motivasi menghidupkan semangat literasi.
Menurut KBBI, literasi adalah kemampuan menulis dan membaca. World Economic Forum tahun 2015 menetapkan bahwa ada enam literasi dasar berupa literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.
Dari sekian banyak bagian literasi, dalam indikator PISA hanya tiga jenis saja yaitu literasi sains, literasi matematika dan membaca. Artinya, jangan mempermasalahkan peringkat Indonesia dari PISA, mari bergiat untuk bangkit dan membuktikan tidak separah itu.
Meskipun rendahnya minat baca dan minimnya literasi Indonesia menurut UNESCO sangat memprihatinkan, Indonesia urutan kedua dari bawah literasi dunia, minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%, artinya 1000 orang Indonesia hanya satu yang suka membaca. Sedangkan riset dari Central Connecticut State University pada Maret tahun 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat 60 dari 61 negara soal minat membaca.(keminfo.go.id)
Masih dari laman yang sama, data wearesocial per Januari 2017, orang Indonesia mampu menatap layar gadget hampir sembilan jam sehari, pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika. Dalam hal bersuara di media sosial berada di urutan kelima dunia. Prestasi yang 'membanggakan' bermedia sosial, tetapi rendah dalam literasi terutama membaca buku.
Mengapa lebih aktif di media sosial? Karena medsos lebih mudah diakses. Rendahnya minat baca bisa jadi disebabkan oleh akses mendapatkan buku-buku yang sulit.
Wilayah Indonesia yang sangat luas dan masih terbatas akses satu samalain, sehingga masyarakat Indonesia memiliki kendala untuk mendapatkan buku-buku. Jika demikian, bagaimana untuk bisa membaca?
Kepala Pespustakaan Nasional (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando mengatakan, sebenarnya masyarakat Indonesia memiliki minat baca yang tinggi, hanya saja kekurangan bahan bacaan terutama di daerah pelosok. Hal ini terbukti jika mobil literasi datang masyarakat suka membaca (www.antaranews.com).