Lihat ke Halaman Asli

SRI WARDANI

Penulis dan MC

Gepeng, Ayam Kesayangan

Diperbarui: 14 November 2021   17:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Ketika Kompasiana menawarkan tema topik pilihan "kehilangan hewan" ingatan saya berputar pada kenangan masa kecil. Dalam benak saya kisah inilah yang akan dituliskan. Saat merangkai kata-kata ternyata mata saya menggenang. 

Teringat seekor ayam peliharaan ketika masih kelas empat dan lima sekolah dasar. Mungkin sedikit berbeda hewan peliharaan pada umumnya, karena kesayangan saya yang paling berkesan adalah seekor ayam jantan yang diberi nama, Gepeng. Kisah bersamanya tidak akan pernah terlupakan.

Masih sangat kental dalam ingatan cerita itu. Memang nama yang diberikan terkesan jelek. Usia anak-anak, saya tidak memikirkan nama yang bagus. Gepeng sangat imut. 

Walapun seekor ayam jantan, ia memiliki tubuh yang lebih pendek dan gempal. Bewarna hitam bercampur kekuningan dan ekor yang panjang. Dia bukan ayam laga. Bahkan saya sangat mewanti-wanti jika berlaga dengan pejantan lainnya.

Bermula keluarga saya baru saja pindah dari kampung yang hanya dibatasi Sungai Kampar. Di tempat baru, rumah kami dekat dengan sekolah dasar. Kami juga memiliki tanah yang cukup luas dan langsung berbatas dengan sungai.

Di sekitar rumah terdapat berbagai jenis tanaman dan buah-buahan.  Karena memiliki lahan yang luas sangat mmungkinkan memelihara ayam secara lepas. Kami juga memiliki pohon bambu. 

Ayah membuatkan kandang dari bambu tersebut. Saya ditugaskan mengurus ayam dengan memberi makan, memasukkan dalam kandang, menutup kandang sore hari.

Bermula dari dua induk ayam betina yang kami miliki sebelumnya. Salah satunya diberi nama Balam. Ia memiliki bulu mirip burung balam dengan warna putih keabuan.

Balam memang sudah jinak dari dulu. Ketika ia mulai beranak, anaknya ikut jinak. Termasuk Gepeng. Sebenarnya ada dua ekor ayam jantan lagi. Saya, adik dan Abang sudah memilih satu persatu. Hanya saja dua saudara saya tidak terlalu menjinakkan mereka, Abang sudah sibuk belajar karena memasuki pendidikan menengah pertama sedangkan adik masih kelas satu SD yang belum mengerti.

Gepeng semakin besar. Ia menjadi teman sehari-hari. Setiap sore, saya mengajak Gepeng bermain sepeda. Tentu saja sebelumnya sudah dibiasakan, sehingga Gepeng tidak takut lagi. Dengan santai ia diam di pangkuan tangan kiri, sedangkan tangan kanan mengendalikan sepeda. Beberapa tetangga saya juga heran melihat Gepeng patuh dalam pelukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline