Hampir dua tahun pandemi mengunyah dan memamah negeri, berbagai perjuangan dan upaya melawan rezim virus yang berkuasa, memberikan dampak besar terhadap perekonomian dan mengubah beberapa kebiasaan.
Sekarang kekuasaan sang raja 'halus' mulai melemah, terlihat penurunan jumlah kasus harian dan kembali berangsur menggeliatnya pariwisata, seperti dibukanya Provinsi Bali tanggal 14 Oktober untuk penerbangan internasional.
Selama pandemi saya memilih mengeram dan tidak melakukan perjalanan jauh via udara. Meskipun masih melakukan perjalanan darat, tetapi rasanya tidak serumit terbang di langit.
Kali ini saya ingin membagi pengalaman saat melakukan perjalanan via udara di masa pandemi. Hal ini dilakukan karena sebuah tugas kantor yang harus dilakukan. Selama ini saya mengelak dan menghindari mengingat pandemi yang masih bersemi.
Salah satu alasan membuat saya bersedia selain menjalankan tugas, juga karena telah terjadi penurunan kasus covid-19. Berikut ini catatan saya semoga memberi manfaat bagi pembaca.
Penerbangan udara domestik yang saya lakukan terakhir pada Desember tahun 2019 ke Jakarta dan Bali. Sedangkan penerbangan internasional pada bulan November menuju Bangkok.
Pandemi yang meraja dari Maret 2020, sejak itu saya tidak lagi tertarik naik pesawat. Dalam rentang itu jika rindu bepergian saya melakukan perjalanan via darat.
Jika ada tugas ke luar kota yang menggunakan via udara, saya mengelak dan menolak. Selain karena pandemi, prosedur swab PCR yang membuat saya enggan.
Ditambah takut dan khawatir jika terjadi perubahan kondisi tubuh selama perjalanan, seandainya saya terpapar dan positif tentu akan dikarantina dan tidak bisa pulang. Inilah saya menghindar dan menolak terbang. Namun, tidak selamanya saya egois, kewajiban harus ditunaikan.