Dalam beberapa tahun terakhir, cancel culture telah menjadi fenomena yang kerap kita jumpai di media sosial. Istilah ini merujuk pada praktik masyarakat yang menghentikan dukungan atau interaksi dengan seseorang yang dianggap telah melakukan kesalahan besar atau perilaku yang kontroversial. Meski awalnya bertujuan memberikan sanksi sosial bagi mereka yang bertindak melampaui batas, cancel culture sekarang menjadi perdebatan yang memicu berbagai pandangan, baik positif maupun negatif.
Pada dasarnya, cancel culture adalah bentuk boikot kolektif terhadap individu atau kelompok yang dinilai melanggar norma-norma sosial atau etika. Di era digital, cancel culture meluas dengan sangat cepat melalui media sosial, di mana komentar atau perilaku seseorang bisa menjadi viral hanya dalam hitungan menit. Seorang figur publik, selebriti, atau bahkan orang biasa dapat dibatalkan oleh publik setelah tindakan atau perkataan mereka dianggap ofensif.
Dampak Cancel Culture di Media Sosial :
1. Peningkatan Kesadaran Sosial
Cancel culture sering kali membuat orang lebih sadar dan peka terhadap isu-isu seperti rasisme, seksisme, atau pelecehan. Banyak kasus cancel culture yang memberikan efek positif dengan mendorong diskusi publik dan memaksa individu atau institusi untuk memperbaiki diri.
2. Tekanan Psikologis
Individu yang terkena cancel dapat menghadapi tekanan psikologis yang cukup besar, mulai dari stres, kecemasan, hingga isolasi sosial. Mereka mungkin kehilangan pekerjaan, reputasi, dan bahkan mengalami gangguan kesehatan mental karena serangan negatif yang terus menerus.
3. Efek Domino pada Karier dan Kehidupan Pribadi
Di luar tekanan mental, cancel culture bisa berdampak jangka panjang terhadap karier seseorang. Banyak perusahaan atau mitra kerja yang mundur dan mengakhiri kontrak kerja sama untuk menjaga reputasi. Bagi figur publik, reputasi yang rusak bisa menghancurkan karier dalam waktu singkat.
4. Perdebatan tentang Kebebasan Berpendapat
Cancel culture sering dianggap menghambat kebebasan berpendapat. Banyak orang merasa khawatir untuk menyuarakan pendapat mereka, terutama terkait isu-isu sensitif, karena takut diserang atau dikecam publik. Hal ini menciptakan suasana yang 'mengekang', di mana kebebasan berpendapat dibatasi oleh ketakutan akan reaksi publik.
Lalu Bagaimana Menghadapi Cancel Culture di Media Sosial?
1. Pahami Risiko Sebelum Berkomentar
Dalam era digital ini, komentar atau perilaku yang dianggap sensitif bisa menyebar cepat dan menimbulkan konsekuensi. Sebelum memposting sesuatu, pertimbangkan baik-baik risiko yang mungkin timbul dan bagaimana hal tersebut dapat memengaruhi citra Anda.