Santa Ana datang memenuhi janji
menyisir tebing-tebing Palisades
mengeringkan tanah yang merekah tanpa hujan.
Langit biru, laut tenang
Los Angeles, masih berdansa di bawah matahari.
Hollywood gemerlap, suara gelas saling beradu
aroma pesta dan suara gegap gempita
Di taman-taman megah, lampu-lampu perak berkedip
mobil-mobil mewah berderet rapi
para selebritas tertawa, berdansa, melupakan waktu.
Di vila-vila tepi laut, percakapan penuh ambisi mewarnai malam,
dan dunia berputar di bawah tangan mulus yang pongah.
"tidak ada yang bisa mengusik kami"
angin mulai berbicara, membawa bisikan dari jauh.
Dari jauh seorang lelaki, dalam gigilnya
menyalakan pohon Natal kering menjadi bara
meminta api untuk memeluknya
dalam dingin yang tajam untuk tubuh tanpa rumah.
Tapi api itu tak mau mendekap lembut,
Dia meronta bak kuda liar di padang tanpa batas.
Menjelma naga, mengunyah udara, menelan bumi.
Api itu meliar, tanpa jeda
Santa Ana meniup Sangkakala
meniupkan roh kematian ke setiap sudut kota.
Rumah-rumah megah mewah runtuh
tiang-tiang marmer retak, kaca-kaca pecah
Suara yang pongah mulai luluh
dan suara berganti jeritan ketakutan.
Hollywood hancur dalam hitungan jam
Ribuan mimpi mewah membubung jadi abu.
Piala emas, gaun mahal, lukisan klasik,
semuanya musnah tanpa perlawanan.
Di sana, bintang tak lagi bersinar,
hanya ada kehampaan
dan kesunyian
Los Angeles tak lagi bersuara
Tebing-tebing Palisades berdiri hitam dan dingin
Menjadi kuburan raksasa di tepi laut.
Hanya ada puing-puing dan asap
Kota megah dan gemerlap kini menjadi reruntuhan
hampa.
Matahari muncul di balik abu yang menggantung di langit.
Cahaya menyentuh reruntuhan rumah
Los Angeles tak lagi hidup
Kota pesta itu telah mati
Hanya arang dan abu yang tersisa
Meninggalkan kekosongan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H