Pagi itu di negara Hastinapura berkumpul para Kurawa di paseban "hanya"untuk membicarakan negara dan kesejahteraan rakyatnya. Mereka dalam setiap press conference-nya selalu menekankan kemakmuran rakyat jelata dan mencerdaskan semua rakyat Kurawa, adalah tujuan utama dari setiap program negara .
Prabu Duryudana yang didampingi patih Haryosuman alias Patih Sengkuni atau juga Trigantal pati dan Pandita Durna yang semasa kuliahnya di akademi militer Breda bernama Bambang Kumbayana berbincang bersama Dursasana, Kartamarma, Jayajatra lengkap dengan seluruh kurawa 100.
Perbincangan itu mengenai pageblug yang menimpa negara. Mereka harus segera mencari solusi untuk mengatasi pageblug yang menimpa Hastinapura. Sesungguhnyalah pagebluk multi dimensi itu telah menyengsarakan rakyat jelata. Anehnya para pejabat yang duduk sinewoko itu memakai baju berwarna-warni seolah sebagai lambang dari faksi.
Ini adalah hal aneh yang baru saja terjadi dijaman ini, ada yang berwarna kuning, hijau, merah, biru,orange dan ada juga beberapa kelompok faksi kecil sebagai penggembira dari sebuah institusi demokratis satiris juga dramatis.
Prabu Duryudana telah membuka rapat terbatas itu dengan wejangan wejangan,bahwa bagaimanapun sengitnya perbedaan diantara mereka, mereka adalah saudara. Mereka semua berdarah Kuru dan tidak sewajarnya pertikaian itu semakin meruncing dan terbuka dan saling menyerang satu dan lainnya. Apalagi hal ini sudah tercium media massa kritis satiris dan humanis.
Diantara para kurawa itu terjadi selisih paham tentang pengaturan negara. Sistem pajak, sewa jongko pasar , juga diantaranya masalah peneng sepeda sebagai pendapatan yang kurang dibagi rata.
Patih Sangkuni yang paman dari raja, juga secara informal adalah ketua faksi besar, mengenakan baju hijau dan selalu intens ingin menyiratkan tentang kebajikan dan besarnya kemuliaan juga pahala yang berlimpah bagi siapa saja yang tulus mensejahterakan rakyat.
Dursasana yang berdada bidang memakai baju biru slim fit dengan sekeng ketat dengan spread collar masa kini, juga dilengkapi dasi besar yang sebenarnya tidak matching dengan konsep berbusana karena tidak mengerti, sebagai adik raja yang sedang berkuasa, selalu berbicara tentang kemajuan bangsa dalam teknologi informasi dan digitalisasi 4.0 .
Juga Kartamarma yang berbaju kuning gading dengan jas armani dan sepatu kets masa kini. Sebagai ketua Faksi yang selalu menyuarakan percepatan kemakmuran kawula dengan menarik modal mancanegara secepatnya.
Mereka bersaing untuk menguasai senat di negara Hastinapura untuk memuluskan program faksi mereka untuk segera mendapatkan solusi dari Pageblug multi dimensi. Mereka telah belajar pada Montesquieu dan khatam tentang Trias Politika.satu satunya cara, mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan suara dari rakyat jelata.
Patih Sangkuni telah membekali Citraksi yang gagap kalau berbicara dengan ilmu sosiologi juga antropologi untuk lebih memahami karakter dan perilaku manusia dan tak lupa untuk selalu menghiasi bibirnya dengan gincu merah muda, untuk menarik hati kawula.
Seolah tak mau kalah, Dursasana telah mempersiapkan Citraksa dengan menyewa ahli public speaking, untuk melatih berbicara dengan artikulasi dan intonasi yang tepat, juga kursus sekolah kepribadian ternama, supaya selalu terlihat baik dan bisa mendapatkan first impression.
Kartamarma pun berbuat hal yang sama menugaskan Durmagati yang sebenarnya tidak cukup cakap menghandle tugas ini dengan belajar ilmu hukum dan seni berdebat dan diparingi dawuh supaya mengalihkan topic jika kalah dalam debat, dan pidahtopic untuk debat kusir seperti memberikan pertanyaan, lebih dulu mana telor atau ayam, misalnya!,
Klop semua. Mereka Seolah-olah berhati lembut dan bermanis budi untuk mendapatkan simpati. Citraksi, Citraksa dan Durmagati telah blusukan ke seluruh negeri dengan janji-janji manis. Semanis gulali. Bahkan satria kurawa itu meskipun berbeda faksi tapi seolah-olah mempunyai konsesi untuk berlomba memikat hati seluruh penduduk negeri. Mereka menjelajah desa milang kori dengan membawa permen juga gulali sebagai ganti rasa simpati karena telah membuat para kawula merasa bersedih mendapatkan pageblug yang multidimensi.
Citraksi yang gagap dan kurang literasi, mencoba untuk meyakinkan bahwa krisis ini hanyalah takdir belaka. dan mengharapkan para kawula untuk tetap tenang karena semuanya sudah dipikirkan oleh para cendekia tamatan universitas ternama mancanegara, ada yang dari Harvard, Berkeley, dan lain sebagainya. Dia meminta kesabaran karena masalah ini juga menimpa banyak negara seperti Wirata, Matsyapati, juga negara Amarta yang termasuk adidaya.
Citraksa pun berbuat serupa, meskipun dengan intonasi seadanya dan bahasa inggris belepotan,juga ijazah sekolah yang sangat meragukan, juga meyakinkan kawula supaya memilih faksinya agar segera terlepas dari krisis multidimensi ini. Dan tak lupa dalam ekspedisi jelajah desa milang kori ini sambil membagi selendang, tapih, kemben dan gelang akar bahar untuk kompensasi dari penderitaan yang dialami selama ini.
Tak kalah dengan 2 saudaranya, Durmagati pun yang merasa telah mumpuni dalam mempelajari ilmu politik sampai jenjang S2 telah mempraktekan semua jurus barunya untuk menarik simpati seluruh kawula negeri. Mulutnya telah berbusa-busa tanpa pernah diseka dengan selalu menjanjikan kemakmuran untuk seluruh negeri. Dia pun telah membagi sarung, kupluk, tikar dan minyak goreng sebagai bukti simpati dan keluhuran budi atas apa yang terjadi selama ini.
Rakyat jelata dengan suka ria telah menerima mereka. Seolah-olah bantuan yang mereka terima, adalah bukti perhatian yang tidak pernah berhenti dari penguasa sebagai pengejawantahan kasih sayang para dewa.