"Nenek moyangku seorang pelaut
Gemar mengarung luas samudra
Menerjang ombak, tiada takut
Menempuh badai, sudah biasa"
Namun laut membisu, bak semesta sakral dan berwibawa
Bak tasik yang tak beriak, tak berteriak berfatwa
Ooooo Pangeran Waruna, datanglah, bersabdalah!
Pesisirmu, perawan yang siap menyambut pangeran berdaulah
Nun jauh di sana layar terkembang, samar-samar
antara ada dan tiada
antara riak yang menguak
Ombak berbaris menjulang, menyambutmu dengan nanar
Pangeran Warunaku
Mereka berbaris terkesima menyambut sinar
Ombakmu mengguncang dan menantang onar
Mereka bergerak menuju entah yang terbentang
Mereka menunggumu segera menabuh gendang
Di antara riak ombak samudra pekat
Mereka teguh, mengembangkat pukat
Menelusuri setiap penjuru arah
Mengukir sejarah dengan darah merah
"Angin bertiup, layar terkembang!
Ombak berdebur di tepi pantai
Pemuda berani, bangkit sekarang
Ke laut, kita beramai-ramai"
Dan pesisir pun tak lagi sunyi
Laut tak bisu.
Bandung, 21 Juni 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H