Klaim surplus produksi beras di masa paceklik, sama irasionalnya dengan klaim dukun pengganda uang yang hidupnya masih miskin. Sama-sama tidak masuk akal.
Kemarau panjang dan fenomena El Nino yang akan terjadi pada November 2018 sampai Maret 2019 nanti, tentu akan berdampak pada pertanian kita. Khususnya produksi beras dalam negeri. Padi di sawah butuh banyak air untuk tumbuh. Bila hujan jarang turun dan air susah, lantas darimana air untuk mengairi sawah?
Apalagi belakangan ini banyak terjadi bencana, baik itu gempa bumi atau banjir bandang. Pasti banyak wilayah sawah yang ikut hancur karena bencana. Contohnya Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat sebagai lumbung padi yang setidaknya biasa menghasilkan tiga juta ton tiap tahunnya.
Tidak perlu jadi pakar atau akademisi pertanian untuk bisa meragukan klaim produksi tahun ini bisa berlebih. Jangankan surplus, bisa normal pun sudah syukur alhamdulillah.
Musim kemarau ini juga membuat beberapa tempat di pulau Jawa mengalami paceklik. Padahal lebih dari setengah produksi beras nasional berasal dari Jawa.
Tapi entah kenapa, Kementerian Pertanian masih percaya bahwa produksi beras kita tahun ini bakal surplus sampai 12 juta ton.
Mungkin orang Kementerian Pertanian belum lihat data kekeringan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). InaRisk BNPB menyebutkan bahwa risiko kekeringan di Indonesia mencapai 11,77 juta hektare tiap tahunnya. Di mana kekeringan tersebut sangat mungkin menimpa 28 provinsi yang ada di Nusantara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H