Lihat ke Halaman Asli

Pahitnya Gula Bulog

Diperbarui: 28 September 2018   19:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Dok. Pribadi

Ketika ramai-ramai polemik impor beras kemarin, sempat keluar curhatan terselubung dari mulut Budi Waseso selaku Direktur Utama (Dirut) Badan Urusan Logistik (Bulog).

Perusahaan yang ia pimpin boncos, karena harus mengeluarkan biaya lebih untuk sewa gudang. Katanya, beras yang diimpor Bulog sudah terlalu banyak. Sehingga gudang Bulog tidak cukup menampung. Walhasil, mereka harus sewa gudang orang.

Sebagai perusahaan pelat merah dengan kategori perusahaan umum, Bulog memang tidak seharusnya mengeluhkan soal kerugian. Perum bertugas untuk memenuhi penugasan dari pemerintah. Tanpa harus memikirikan soal biaya.

Bulog bukan seperti BUMN berstatus Perseroan Terbatas (PT) semacam Pertamina atau Jasa Marga yang tidak disubsidi pemerintah. Alih-alih, dua perusahaan tadi malah harus mencari keuntungan.

"Itu memang sudah apa adanya itu, tapi jangan begitu.." kira-kira demikian orang tua kita biasa menasehati. Kalaupun memang Bulog harus mengerjakan tugas dari pemerintah, tapi mbok ya jangan dikerjai.

Dugaan Bulog dikerjai itu muncul karena ditemukan dokumen mengenai kewajiban Bulog membeli gula seharga Rp 9700 per kg dari PTPN. Padahal PTPN sendiri menawarkan penjualan dengan harga Rp 8500 per kg.

Ada perintah untuk Bulog, agar mereka membeli gula lebih mahal dari harga ditawarkan oleh penjualnya sendiri. Tak heran bila selisih harga itu bikin keuangan Bulog Boncos...

Oleh karena itu, kita boleh curiga, bahwa curhat Buwas soal sewa gudang untuk beras kemarin, adalah penyamaran dari maksud sebetulnya. Jangan kerjai Bulog dengan perintah pembelian yang lebih mahal.

Ternyata, gula Bulog memang tidak semanis itu bagi mereka.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline