Lepas maghrib bersiap bertempur dengan tumpukan cucian piring.
Belum sempat kusentuh piring-piring kotor itu ada terdengar suara motor berhenti, senang sekali suamiku pulang malam ini.
Rumah terang benderang, langit mendadak berbintang padahal dari siang tertutup awan.
Pelukan mesra membuatku suka walau disertai aroma bau keringat seharian di jalanan. Maklum, suamiku sudah seminggu ini mengikuti penataran di luar kota.
"Anak-anak di mana?"
"Di rumah neneknya," jawabku sambil membantu menurunkan tas di punggungnya.
"Mam, ada oleh-oleh," kata suamiku sambil kedip-kedip genit, kumisnya yang belum bercukur seminggu naik turun seperti melambai ingin kutarik.
"Apa sih Pah?" tanyaku, berharap sesuatu yang menarik hatiku.
Lalu dia keluarkan sesuatu dari saku dalam jaket kulitnya.
"Senter?"
"Iya, ini senter ajaib sayang. Tadi beli di ...."
"Duhh, mulai dehh ngumpulin barang-barang ngga jelas lagi," aku memotong saja kata-katanya. Kecewa, kirain dapat oleh-oleh apa, tau-tau barang rongsokan lagi. Hobbynya memang mengumpulkan barang antik.