Lihat ke Halaman Asli

Aphe dan Leon

Diperbarui: 1 Januari 2019   22:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay/Pixapopz

Sudah pagi lagi, suara cerocos minyak goreng di dapur membuat Aphe kesal. Dia masih ingin tidur nyenyak.

Apa yang paling tidak disukai Aphe adalah pagi,  karena harus bergulat dengan ngantuk, malas dan akhir-akhir ini ditambah dingin.  


Byuurrr...  


Aphe terperanjat dari bale bambunya, megap-megap sesak nafas karena air gayung yang dinginnya bak es balok itu mendarat di wajahnya.


"Bangun ngape Lu!" bentak emaknya sambil melotot.  "sudah siang ini Pe, kerjaanmu molor mulu.  Mau jadi apa Lu? Sana mandi!"


Aphe bersungut-sungut sambil menggulung sarungnya yang basah. Ngantuknya seketika hilang, berganti kekesalan yang membiasa setiap pagi.  


Tiba di sumur tidak untuk mandi, hanya membasahi wajah dan rambut rancungnya saja biar kelihatan segar. Namun tetap saja, parasnya kucel seperti handuk yang dia sandang di lehernya.  
Dia masih harus bersekolah, karena usianya dan karena emaknya. Walaupun kalau bisa, dia ingin memilih berhenti saja sekolah dan mulai mencari uang di lampu merah seperti teman-temannya.


"Cepat sana berangkat! Jangan melongo saja. Antar pisang goreng ini ke warung Bang Juki ...."


"Iya, Mak. Sarapan apaan Mak?" tanya Aphe sambil memakai sepatu usangnya yang sudah mulai sempit. Jempolnya sering merasa tidak nyaman karena ditekuk.


"Lu ambil aje pisang goreng dari situ, dua. Jangan banyak-banyak, awas Lu!"


Aphe menyambar keresek hitam berisi pisang goreng jualan emaknya lalu bergegas berangkat ke sekolah,  karena matahari sudah meninggi menaburkan sinarnya yang tidak pernah dia rasakan hangatnya dalam hawa sekitarnya. Kalau tidak menyengat, dingin menusuk. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline