Lihat ke Halaman Asli

Sri Subekti Astadi

ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

Di Jalan Pleburan

Diperbarui: 4 Desember 2024   15:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto : Kompasiana.com 

Pernah matahari hanya terlihat setitik ketika itu
karena yang aku lihat hanya kegelapan dimana-mana
bahkan remang samar pun tampak buram
serumpun kembang terlibat dalam kelam
hanya setitik, itu pun lewat bola matanya

Pleburan kian muram ketika ditemukan sebongkah daging tanpa darah
menggelinding pada papan-papan reklame untuk diperebutkan pemuda-pemuda tengil
menyerupa bakso tanpa kuah dalam kubangan saos yang amat asam
siap disantap anjing-anjing liar yang menggonggong sepanjang malam
dan setitik cahanya itu, tetap kau simpan di bola matamu saja

Ketika aku mencoba bertanya, kau bungkam mulutku dengan handuk basah berbau floral
hingga aku mengira ada di kamar bersama Noah Mills
kepayang aku mabuk, namun sulit untuk  menahan debaran-debaran liar
sungguh cahanya itu hanya milikmu

Para tetua mencoba mencari tangga ke langit, mengintip cahaya yang dikira bersembunyi di balik satelit
mereka tak tahu, dimana Engkau memeram
hingga kami pasarah mengaku hamba
bertaubat dan memohan Ampunan-Nya
menunggu cahaya segera kembali menelisik bebatuan di Jalan Pleburan

Kini biasmu memudar, mencair mengaliri selokan tanpa tutup
Pleburan, Kertanegara, Erlangga telah menutup cerita
Kita bukan lagi bagian, karena terpaksanya terpaksa  aku congkel lagi bola matamu
sudahi, tak perlu mengenang dan terkenang

Lagi !

Kudus, 04 Desember 2024

sumber foto : Kompasiana.com 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline