Lihat ke Halaman Asli

Sri Subekti Astadi

ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

Balada Air

Diperbarui: 8 Februari 2021   09:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

1).

Ketika aku jatuh dan jatuh lagi orang-orang memakiku, padahal aku hanya meminta hakku untuk menyatu kembali dengan bumi.

Apa salahku melepas rindu pada sungai-sungai yang telah lama kering, pada pohon-pohon yang pernah membisikkan cinta padaku.

Bila saja aku bisa membasahi hatimu, akan kuterjang rasamu agar kau pandai bersyukur atas nikmat yang kau dapat

Andai dingin tak buru-buru mendekapku, aku akan terus bersemayam pada awan yang telah mencabik hasrat

Dan lorong-lorong kini tak lagi sunyi oleh keserakahan biarlah semua aku hanyutkan saja

 2).

Pagi ini kau rebus aku bersama secangkir kopi, dan kau lahap menyeruputnya
sampai kau lupa membuka pintu untukku yang datang ingin menyusup pada selemutmu
di luar aku sudah di hadang belasan karung yang inginkan aku meluap bersama emosi
aku ini air biar aku bersanggama dengan bumi
tak perlu percikan api, aku tetap menyala walau tidak engkau sukai

Pagi, biarkan aku membantumu mengingat kenangan
pada dia yang telah bahagia bersama setetes air
pada basah yang menjadikan dia hentikan rasa
karena dingin sungguh sangat membekukan asa

Pagi, biarkan aku memelukmu erat
agar mentari tak lagi mencuri senyummu
membiarkan hari-hari penuh keringat
padahal nikmat bukan sesat

3).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline