Lihat ke Halaman Asli

Sri Subekti Astadi

ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

Redakan Amarah dan Seteru Bermedia Sosial agar Puasa Tak Hanya Dapatkan Lapar saja

Diperbarui: 26 Mei 2019   21:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto wallpaper plus kreasi sendiri

Dunia maya sekarang seolah-olah menjadi dunia nyata, bagi yang sehari-hari waktunya banyak digunakan untuk bermedia sosial saja. Bahkan terkadang orang tidak bisa membedakan antara kehidupan nyata dan maya. Yang nyata sering diseret pada dunia maya, dan yang di dunia maya dibuat seolah-olah nyata. Begitu juga dengan berita-berita hoax sering dianggap sebagai hal yang benar, sehingga sering menyulut emosi dan amarah dan akhirnya berbalas serang di media sosial.

Gonjang-ganjing politik akhir-akhir ini membuat kita terkena dampatnya apalagi buat kita yang biasa bermediasosial. Karena saling serang kedua kubu lebih seru di dunia maya, karena lebih cepat viral menimbulkan saling bully para pendukung capres.

Mulai dari status, cuitan sampai dengan artikel-artikel mereka buat saling serang, tidak peduli saat sudah memasuki bulan Ramadan, perseteruan di media sosial semakin memanas saja. Apalagi setelah adanya demo di Tanah Abang dan di depan kantor Banwaslu yang berakhir ricuh. Dilanjutkan dengan perang di media sosial, sungguh sangat memancing emosi kita.

Sebagai seorang yang sehari-hari biasa bermedia sosial  perseteruan tersebut terkadang membuat kita ikut terlibat di dalamnya. Baik melalui status maupun komen, yang pada akhirnya bisa menimbulkan perpecahan, permusuhan dan saling ejek.

Untunglah pemerintah segera ambil jalan tengah dengan mengurangi akses bermedia sosial, baik itu Whatsapp , Facebook samai dengan Instagram. Sehingga sedikit bisa meredakan perseteruan akibat berita-berita hoax yang diyakini kebenaran.

Sebagai seorang muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa, alangkah eloknya bila kita menahan diri tidak terlibat dalam perseteruan yang bisa memancing amarah dan umpatan. Saling bully yang akhirnya terjadi saling blokir dan terputusnya silaturahmi.

Lebih baik jaga hati, jaga jari agar tidak ikut memberi komentar, maupun  memberi respon apapun, atau baik lagi tidak usah dilanjutkan membaca postingan yang demikian, bila dari awal kita tahu postingan tersebut bisa mengundang amarah kita. Lebih baik berinteraksi dengan teman-teman yang status dan postingannya adem, netral, dan dan dapat menambah wawasan berpikir yang positif.

Kecuali bila kita sudah biasa menahan diri dan emosi, walaupun membaca tulisan dan postingan apapun nggak ngaruh, boleh saja kita membacanya , tapi tetap menahan diri tanpa respon.

Tetapi bila kita termasuk orang yang tidak bisa menahan emosi bila melihat postingan dan komentar-komentar yang tidak sesuai dengan hati nurani kita, sebaiknya kurangi membuka media sosial. Gunakan media sosial  untuk hal-hal yang positif saja, misalnya shere di FB, IG dan Twitter tulisan-tulisan samberthr ini.

Alangkah sayangnya bila kita seharian sudah berlapar-lapar dan haus namun pahala puasa kita gugur gara-gara kita tidak bisa menjaga emosi dan hati. Karena hakekat menahan. Menahan nafsu perut dan nafsu di bawah perut. Jadi kalau kita tidak bisa menahan emosi dan berbuat maksiat lainnya, bukan puasanya yang batal namun pahalanya gugur. Jadi sia-sia saja kita berlapar-lapar.

Nafsu perut manusia bisa mencuri, merampok, korupsi dan lain sebagainya, sedangakan nafse bawah perut atau nafsu seks, dapat membuat manusia berbuat kriminal dan saling membunuh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline