Lihat ke Halaman Asli

Sri Subekti Astadi

ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

Pagi dan Hujan

Diperbarui: 24 Maret 2019   08:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://pixabay.com/id/photos/hujan-badai-petir-rintik-hujan-2811639/

Bersama hujan, luruh rindu, kenangan dan ingin
tersangkut di dahan-dahan yang ujungnya menguning
melesap pada bumi, sampai penantian mengering
memeluk harapan dengan penuh hening

Langit dan mentari tak sanggup lagi saling menyapa
terhalang mendung dan geluduk yang menggebu
mengaduk pilu, perjamuan pagi berlalu
serupa inikah, sarapanmu ?

Secangkir kopi membeku, pada cerita kelabu
selembar roti dengan selai rindu melumat hasrat
meja makan menjelma lantai dansa
meliuk, melompat dan menari mengikuti irama
dan aku hanya bisa pasrah, dalam nikmat tercekat

Ketika hujan tak lagi rinai
dan halilintar bertalu-talu
masih juga kah, engkau enggan menyapaku

Aku ingin kita pergi bersama
membawa serta air mata, sebelum mengikatkan pada rongga dada
dengan mantra bulu perindu, agar kau tak pernah lagi melupakanku

Kudus, 24 Maret 2019

Salam fiksi.

Dinda Pertiwi   




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline