Mengenang Muria, adalah mengenang Bapak
Yang tak lelah menggandengku, mengendongku menapaki 950 anak tangga di bukit terjal itu
"Kamulyan kuwi kudu digoleki, Nduk Seperti menapaki anak tangga ini" kata bapak saat aku protes karena letih
diperkenalkan aku kecil, pada makam yang selalu padat penziarah
"Kalau sudah sampai di sini, tak ada keluh , karena sudah bertemu pepunden leluhurmu, Nduk !"
jalan terjal hanya cara, yang akan terobati dengan segarnya air gentong dan masam buah parijoto
Mengenang Muria, adalah mengenang Bapak
yang disaat liburan tiba, membawaku menginap di desa Colo, sampai seminggu
kesederhanaan, ketangguhan dan kerja keras diperkenalkan padaku
mandi ke sumber air yang ada jauh di bawah bukit, melawan dingin yang sering kandas
gigil, sunyi dan gelap harus kita akrabi bila malam tiba
menikmati nasi dengan kuluban, dan peyek teri sudah luar biasa
"Kamu harus bisa, Nduk. Kuwi lelakon urip", tutur Bapak agar aku tetap semangat
Mengenang Muria, adalah mengenang Bapak
bila panen tiba, lelah kaki kadang tak terasa, memandang kopi yang merah merata
Alpukat, jeruk Pamelo , dan gedang Byar sepakat untuk diikat
daripada menanti harga cengkih yang kadang ringkih
"Syukuri wae ,Nduk. Kuwi rejeki yang sudah tertitah " biar aku tak lagi berkesah
Mengenang Muria, adalah mengenang Bapak
yang kini masih menyisakan hamparan ladang dengan seribu kenangan
mewariskan seorang ibu, yang sudah mulai sakit-sakitan
dan rasa sehat berkat pencak silat
Menziarahi Mbah Sunan Muria dengan penuh hakekat
Dan taburan Al- Fathekah buat bapak dan semua kerabat yang sudah di akherat
Kudus, 10 Desember 2018
Salam hangat selalu,
Dinda Pertiwi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H